REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) mengecam unjuk rasa yang berujung empat polisi mengalami luka bakar. IPW juga mendesak Polri untuk menghukum pelaku seberat-beratnya.
"Kami mengecam keras peristiwa ini, dan mendesak polisi segera mengusut tuntas kasus ini," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, dalam pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat (16/8).
Dalam beberapa aksi demo yang berujung bentrok, menurut Neta, seringkali polisi terluka akibat dilempari batu dan kayu oleh pendemo. Bahkan, kata dia, pernah beberapa kali polisi dilempari molotov, tetapi belum pernah terjadi polisi terbakar tubuhnya akibat dilempari pendemo dengan molotov.
"Paling hanya terkena percikan api dari molotov yang dilemparkan pendemo tersebut dan segera bisa diatasi polisi itu bersama polisi lain," katanya. Melihat kronologis peristiwa di Cianjur, IPW menilai aksi penyerangan dan pembakaran anggota polisi di depan umum itu sudah terencana dan terstruktur.
Saat sejumlah polisi berusaha memadamkan kobaran api dari ban bekas yang dibakar pendemo, lanjut dia, pendemo lain melemparkan bahan bakar minyak ke arah dan tubuh aparat yang menyebabkan empat polisi terluka bakar sampai 30 hingga 50 persen.
"Dari sini terlihat bahwa upaya membakar polisi itu sudah terencana matang dan terstruktur. Ada yang membakar ban, ada yang membawa minyak, dan ada yang melemparkan bahan bakar minyak ke tubuh polisi," katanya.
Ia mengatakan, polisi harus menelusuri dugaan adanya kelompok teroris yang ikut "bermain" dalam aksi demo tersebut. Selama ini, kata dia, yang menjadi musuh besar polisi adalah para teroris dan kelompok radikal yang secara nyata berani menyerang anggota polisi secara terbuka di depan umum.
"Dengan adanya kasus Cianjur, musuh besar polisi bertambah satu lagi, yakni kelompok demonstran radikal yang berani menyerang dan membakar polisi di depan umum," katanya.
Bagaimana pun juga, kata Neta, kasus Cianjur itu menjadi fenomena baru dan ancaman baru bagi jajaran kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. "Kepolisian harus mengusut dengan intensif kasus Cianjur ini, apakah penyerangan dengan cara membakar anggota polisi di depan umun itu murni inisiatif massa demonstran semata, atau ada penyusupan kelompok teroris atau radikal," katanya.
Pertanyaan tersebut, kata dia, patut dilontarkan karena ada sejumlah orang yang membawa bahan bakar minyak dalam aksi demo itu, kemudian melemparkannya ke anggota polisi yang sedang memadamkan ban bekas yang dibakar massa. "Kasus ini tentunya menjadi tantangan berat jajaran kepolisian ke depan, apalagi jika memang ada kelompok teroris dan radikal yang ikut bermain di balik aksi demo di Cianjur," kata Neta.
Sebelumnya, unjuk rasa damai gabungan aliansi mahasiswa se-Cianjur itu diwarnai dengan pembakaran ban bekas sebagai bentuk penolakan atas kinerja Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman.
Aparat kepolisian yang sejak pagi mengawal aksi kemudian berusaha menghalangi pembakaran ban bekas dan memadamkan ban bekas yang mulai menyala. Dalam upaya itu, beberapa polisi terkena percikan bensin dan tersambar api.