REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menetapkan anggaran belanja tahun 2020 sebesar Rp 2.528,8 triliun, naik dari perkiraan total belanja negara tahun ini sebesar 2.341,6 triliun. Belanja pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 1.670 triliun sementara transfer ke daerah dan dana desa dialokasikan Rp 858,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan, peningkatan belanja negara tahun depan diarahkan kepada pengeluaran yang lebih berkualitas. Hal itu bertujuan agar uang yang dikeluarkan oleh negara dapat lebih menstimulasi pertumbuhan serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Peningkatan belanja terlihat dari berbagai sektor dan janji pemerintah," kata Sri dalam Konferensi Pers Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 di Jakarta, Jumat (16/8).
Sri menyampaikan, terdapat lima fokus belanja pemerintah pusat pada tahun depan. Pertama, fokus pada sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, penguatan program perlindungan sosial. Ketiga, akselerasi pembangunan infrastruktur. Keempat, birokrasi yang efisien, melayani, dan bebas korupsi. Kelima, antisipasi ketidakpastian stabilitas ekonomi, keamanan, dan politik.
Secara program, ia mengatakan kenaikan belanja pemerintah karena adanya program baru seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Sembako, serta Kartu Pra Kerja. Pemerintah akan melakukan revitalisasi pendidikan vokasi baik tingkat SMK maupun Balai Latihan Kerja. Selain itu, terdapat kegiatan strategis percepatan pengembangan empat destinasi super prioritas seperti arahan Presiden.
Namun, dari sisi penerima, kementerian lembaga yang mendapatkan jatah anggaran terbesar yakni Kementerian Pertahanan. Tahun depan, pemerintah mengalokasikan anggaran Kemenhan sebesar Rp 127,4 triliun, naik signifikan dari perkiraan anggaran tahun ini sebesar Rp 109,6 triliun. Kemudian diikuti oKementerian PUPR dengan alokasi sebesar Rp 120,2 triliun, naik dari tahun ini Rp 11,8 triliun. Terbesar ketiga yakni Polri sebesar Rp 90,3 triliun.
Kenaikan belanja pemerintah tersebut, tentu akan diikuti oleh kenaikan pendapatan negara. Sri mengatakan, tahun depan Kementerian Keuangan menargetkan pendapat negara naik dari Rp 2030,8 triliun tahun 2019 menjadi Rp 2.221,5 triliun tahun depan. Sebanyak Rp 1.861,8 triliun disumbang dari penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) serta Rp 359,3 triliun sisanya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Namun, lebih besarnya anggaran belanja daripada pendapatan negara maka tahun depan diperkirakan terjadi defisit anggaran sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Laju defisit itu, mengecil dibanding perkiraan defisit anggaran tahun ini sebesar 1,93 persen terhadap PDB.
Seiring pengetatan defisit, defisit keseimbangan primer juga dipersempit menjadi Rp 12 triliun dari tahun ini sekitar Rp 34,7 triliun. Menurut Sri, penurunan defisit anggaran itu karena melihat kebutuhan negara dan target pembangunan tahun depan. Namun, pemerintah tetap akan memperhatikan dinamika ekonomi yang akan terjadi setahun ke depan.
"Kita akan menjaga agar APBN menjadi instrumen menuju tujuan pembangunan yang menopang prioritas-prioritas negara. APBN harus selalu dijaga sehat," ujarnya.
Ia melanjutkan, pemerintah saat ini melihat peluang alokasi anggaran untuk lebih efisien. Kendati demikian, ketika nantinya terdapat prioritas yang perlu didanai dan memiliki efek berganda bagi masyarakat, APBN akan disesuaikan. "APBN adalah instrumen fleksibel, namun dijaga secara hati-hati akan terus kredibel," ujarnya.