REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali menaikkan anggaran belanja negara pada tahun depan untuk mendukung pelaksanaan janji-janji Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Kenaikan belanja diikuti oleh kenaikan pendapatan dengan selisih yang lebih kecil.
Dengan begitu, meski belanja tetap ekspansif, defisit anggaran tetap dipersempit dan diharapkan berdampak pada penurunan utang yang harus diambil tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerangkan, angka defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 diperkirakan sebesar Rp 370 triliun atau 1,76 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Defisit tersebut menurun dibanding perkiraan defisit anggaran tahun ini sebesar Rp 310,8 triliun atau 1,93 persen terhadap PDB. Untuk memenuhi defisit anggaran tersebut, pemerintah akan kembali melakukan pembiayaan utang sebesar Rp 351,9 triliun. Besaran utang tersebut turun Rp 22 triliun dari rencana pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 373,9 triliun.
Sebagai catatan, pembiayaan utang selalu lebih besar daripada defisit anggaran. Utang salah satunya bisa diperoleh dari penerbitan surat berharga negara (SBN). Selain dengan pembiayaan utang, defisit anggaran tahun depan juga dipenuhi dari pembiayaan investasi Rp 74,2 triliun, pinjaman Rp 5,2 triliun, kewajiban penjaminan Rp 600 juta, serta pembiayaan lainnya Rp 25 triliun.