Ahad 18 Aug 2019 08:11 WIB

Ekonom: Cakupan 16 Paket Kebijakan Ekonomi Perlu Diperluas

Terkait 16 paket kebijakan, ekonom soroti diskon tarif listrik untuk industri

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Hasanul Rizqa
INDEF Bhima Yudistira Adhinegara dalam Diskusi Lantaibursa.id dengan tema
Foto: Tahta Aidilla/Republika
INDEF Bhima Yudistira Adhinegara dalam Diskusi Lantaibursa.id dengan tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebutkan, memperbaiki kondisi neraca dagang Indonesia yang kerap mengalami defisit bukan perkara mudah. Dibutuhkan upaya bersifat jangka menengah dan panjang dengan pandangan komprehensif.

Bhima menilai, 16 paket kebijakan ekonomi yang dicanangkan pemerintah masih terlalu sempit, meski sudah berorientasi jangka menengah dan panjang. Ia mencontohkan, poin mengenai diskon tarif listrik 30 persen untuk industri. "Itu perlu diperluas lagi," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (19/8) pagi.

Baca Juga

Perluasan yang dimaksud Bhima adalah jangka waktu pengaplikasiannya. Selama ini, jam yang diberikan diskon tarif listrik oleh pemerintah adalah pada pukul 23.00 WIB hingga 08.00 WIB. Sedangkan, pada kurun waktu tersebut, kebanyakan industri beristirahat. Idealnya, potongan harga diberikan pada jam aktif kerja, 08.00 sampai 17.00 WIB.

Bhima menuturkan, diskon tarif listrik merupakan salah satu komponen pendorong perbaikan kinerja industri. Sebab, tarif listrik hampir dipastikan menjadi kebutuhan industri yang kini justru menjadi hambatan mengingat harganya yang tinggi.

Dengan adanya diskon tarif listrik yang diperluas, Bhima menilai, industri dapat menurunkan biaya produksinya. Baik itu di sektor tekstil, garmen, alas kaki maupun elektronik. "Sehingga daya saing di pasar ekspor bisa naik," tuturnya.

Poin lain yang ditekankan oleh Bhima adalah harga gas murah. Pada paket kebijakan ketiga, harga gas industri seharusnya turun ke level 6 miliar dolar AS per million metric british thermal unit (MMBTU). Faktanya, kini harga tersebut masih di atas 10 dolar AS per MMBTU.

Bhima menjelaskan, kunci implementasi gas murah berada pada dua poin. Yakni, infrastruktur gas yang terintegrasi dan mengurangi jumlah trader di rantai pasok gas. Keduanya harus menjadi prioritas pemerintah agar janji di kebijakan ekonomi tidak sekadar teori.

Apabila pemerintah berhasil menekan harga gas hingga 6 dolar AS per MMBTU, Bhima menlai, banyak sektor manufaktur yang memiliki kinerja ekspor lebih kencang. Mulai dari besi baja sampai pupuk yang memang mengandalkan gas. "Harga gas jadi komponen penting dalam biaya produksi besi baja dan pupuk," ucapnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang Indonesia pada Juli 2019 mengalami defisit 63,5 juta dolar AS. Secara akumulasi, selama periode Januari hingga Juli, defisit Indonesia mencapai 1,90 miliar dolar AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement