REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Rumah sakit darurat di Kabul menyatakan, 20 korban luka-luka akibat ledakan bom dalam sebuah acara pernikahan telah menjalani perawatan. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Nasrat Rahimi mengatakan, sebagian besar korban merupakan warga sipil.
"Sayangnya, ledakan itu menyebabkan korban sipil," ujar Rahimi, Ahad (18/8).
Rahimi menyatakan, rincian jumlah korban luka maupun meninggal dunia belum diketahui. Ledakan terjadi sekitar pukul 22.40 waktu setempat di daerah yang sebagian besar dihuni oleh Muslim Syiah. Hingga berita ini diturunkan tidak ada kelompok yang mengklaim serangan tersebut.
Pernikahan orang Afghanistan sering kali melibatkan ratusan tamu yang berkumpul di aula besar. Biasanya tamu lelaki dipisah dari tamu wanita dan anak-anak. Salah satu tamu pernikahan, Mohammad Farhag mengatakan, dia berada di ruangan tamu wanita ketika mendengar sebuah ledakan besar dari ruangan tamu pria.
"Semua orang berlari keluar berteriak dan menangis. Selama sekitar 20 menit aula penuh dengan asap. Hampir semua orang di ruangan pria tewas atau terluka. Sekarang, dua jam setelah ledakan, mereka masih membawa mayat-mayat itu keluar dari aula," ujar Farhag.
Militan Muslim Sunni, termasuk Taliban dan kelompok ISIS, telah berulang kali menargetkan minoritas Syiah Hazara di Afghanistan dan Pakistan. Ledakan terbaru terjadi hanya 10 hari setelah sebuah bom besar di luar kantor polisi Kabul yang menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai hampir 150 orang. Taliban mengklaim telah melakukan serangan tersebut.
Pada Jumat (16/8) saudara laki-laki pemimpin Taliban, Hibatullah Akhundzada dibunuh oleh sebuah bom yang ditanam di sebuah masjid dekat kota Quetta, Pakistan. Sejauh ini tidak ada kelompok yang mengklaim serangan itu. Sumber intelijen Afghanistan mengatakan kepada BBC, Hibatullah Akhundzada menghadiri sholat di masjid dan menjadi target yang dituju.
Perwakilan Taliban dan Amerika Serikat (AS) telah mengadakan pembicaraan damai di ibu kota Qatar, Doha. Kedua pihak melaporkan pembicaraan tersebut mengalami kemajuan.
Pada Jumat, Presiden AS Donald Trump melalui cicitannya di Twiter mengatakan, Taliban dan AS akan membuat kesepakatan yang mencakup penarikan pasukan AS secara bertahap. Penarikan tersebut disertai dengan jaminan dari Taliban bahwa Afghanistan tidak akan menjadi tempat bagi kelompok-kelompok ekstremis untuk menyerang AS.
Taliban juga akan memulai negosiasi dengan delegasi Afghanistan tentang kerangka kerja untuk perdamaian termasuk gencatan senjata. Taliban menolak untuk bernegosiasi dengan pemerintah Afghanistan sampai jadwal penarikan pasukan AS disetujui.
Sekitar 20 ribu tentara asing yang sebagian besar berasal dari AS berada di Afghanistan sebagai bagian dari misi NATO untuk melatih dan membantu pasukan Afghanistan. Beberapa pasukan AS juga melakukan operasi kontra-terorisme.