REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyinggung tentang pentingnya sistem perencanaan pembangunan nasional melalui Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam peringatan Hari Konstitusi, Ahad (18/8). Untuk itu, ia mengatakan, perlu ada penataan wewenang MPR periode mendatang.
"Perlunya penyesuaian konstitusi dengan kebutuhan jaman telah dirasakan oleh MPR masa jabatan 2009-2014 yang kemudian merekomendasikan kepada MPR masa jabatan 2014-2019 untuk melakukan penataan sistem ketatanegaraan melalui Perubahan Kelima UUD '45 serta merekomendasikan untuk menghadirkan kembali GBHN," kata Zulkifli dalam sambutannya pada Peringatan Hari Konstitusi bertema "Evaluasi Pelaksanaan UUD 45", di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Ahad (18/8).
Menurut dia, melalui pengkajian yang mendalam, fraksi-fraksi dan kelompok DPD di MPR telah bersepakat untuk mengembalikan wewenang MPR dalam menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara. Pengembalian wewenang MPR dimungkinkan melalui Perubahan Terbatas UUD 1945.
Ia mengatakan, GBHN yang ditetapkan MPR berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh penyelenggara negara dalam melaksanakan wewenang yang diberikan oleh UUD 1945. GBHN juga berfungsi sebagai batu uji bagi pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah.
"Artinya, setiap pembentukan undang-undang oleh DPR dan pemerintah harus selalu merujuk pada Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh MPR," ujarnya.
Namun, rekomendasi MPR 2009-2014 belum bisa dilaksanakan sampai akhir masa jabatan MPR 2014-2019. Sebab, usul pengubahan terhadap UUD 1945 tidak dapat diajukan dalam enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR.
Karena itu, MPR akan merekomendasikan gagasan Perubahan UUD 1945 kepada MPR periode 2019-2024. "Rekomendasi yang diajukan oleh MPR masa jabatan 2014-2019 dilengkapi dengan kajian yang mendalam serta rekomendasi mengenai pasal-pasal yang perlu disempurnakan," ucapnya.