Senin 19 Aug 2019 07:05 WIB

Kadin: Pengusaha Tidak Paksakan Tax Amnesty Jilid Kedua

Tax amnesty jilid kedua dinilai akan menciptakan rasa ketidakadilan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty). ilustrasi
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Juwono mengatakan, pengajuan pengusaha yang tergabung dalam Kadin terkait pelaksanaan tax amnesty atau pengampunan pajak jilid kedua lebih bersifat imbauan. Pihaknya tidak memaksa kepada pemerintah untuk kembali memberlakukannya lagi.

Dalam pendapat pribadi, Herman menyebutkan, imbauan tersebut bersifat realistis. Sebagai pengusaha, mereka menginginkan kebijakan yang memungkinkan kegiatan ekonomi berjalan lebih lancar sehingga memungkinkan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

"Sifatnya, mengapa (tax amnesty) tidak ada jilid kedua? Dibuka lagi dong. Itu saja," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (18/8).

Herman memastikan, Kadin tetap peduli terhadap dampak dari kebijakan tax amnesty tersebut. Sebagai pebisnis, mereka tetap peduli dengan multiplier effect terhadap sebuah kebijakan yang kepada pemerintah.

Merujuk kepada pandangan sejumlah pengamat dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Herman menambahkan, salah satu efek yang akan dirasakan adalah rasa ketidakadilan. Mereka yang selama ini sudah mematuhi kewajiban perpajakan, mungkin saja merasa tidak adil apabila tax amnesty kembali diberlakukan.

Dampak berikutnya terkait efektivitas terhadap kepatuhan. Herman menambahkan, tidak menutup kemungkinan pengusaha memilih untuk mengikuti tax amnesty jilid terakhir. "Mungkin memang akan lebih efektif mengeluarkan deregulasi," ucapnya.

Herman menyebutkan, Kadin memahami betul kemungkinan dampak tersebut. Hanya saja, sebagai pengusaha, pihaknya tetap berusaha mencari kebijakan yang akan memudahkan proses bisnis dan kegiatan ekonomi mereka.

Herman sendiri mengaku tidak yakin bahwa kebijakan ini akan ‘diloloskan’ pemerintah. Sebab, Ketua Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara sudah menyatakan tidak akan menerapkannya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pun hanya menjawab secara politis bahwa pemerintah akan memperhitungkan secara komprehensif.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, pemerintah sebaiknya melanjutkan penegakan hukum dari tax amnesty atau pengampunan pajak terdahulu apabila ingin fokus melakukan reformasi perpajakan. Hasilnya bahkan akan lebih efektif dibanding dengan menerapkan tax amnesty jilid kedua yang kini tengah banyak diperbincangkan.

Piter menuturkan, pengampunan pajak kedua sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep pemberian diskon atau obral. Meskipun barang dagangannya habis, nominal yang didapatkan sang penjual tidak akan banyak.

Kondisi ini akan berbeda apabila kualitas barang tersebut ditingkatkan dengan harga lebih tinggi sedikit. "Walaupun yang terjual cuma 25 persen, hasilnya akan lebih banyak," katanya baru-baru ini.

Pilihan kedua ditujukan Piter sebagai gambaran dari penegakan hukum kepada mereka yang tidak patuh pada pengampunan pajak terdahulu. Dengan ilustrasi tersebut, terlihat bahwa penegakan hukum merupakan pilihan yang lebih rasional dan memberikan dampak besar. Baik itu dalam rangka meningkatkan penerimaan jangka pendek maupun untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement