REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI) Angki Trijaka menyebut perkembangan digital, termasuk industri games mempunyai dua sisi mata uang. "Perspektif digitalisasi sekarang seperti pisau, dia bisa bermanfaat dan menyakiti," ujar Angki dalam diskusi bertema "Kemerdekaan Digital" yang diselenggarakan Suropati Syndicate di Taman Suropati, Jakarta, Ahad (18/8).
Hal ini kembali lagi pada pengguna atau gamer itu sendiri. Angki mengatakan, pada dasarnya sudah ada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 11 tahun 2016 tentang batasan usia dan genre games agar gamer diharapkan menyesuaikan dengan kategori usia.
Angki tidak memungkiri masih ada stigma negatif mengenai games di Indonesia. Hal ini lantaran minimnya edukasi literasi digital sehingga kebanyakan masyarakat menyamaratakan games sebagai permainan yang dinilai hanya membuang-buang waktu semata.
"Perlu kita luruskan karena pemain e-sport sangat berbeda dengan pemain games biasa," ucap Angki.
Angki menilai, para pemain e-sport atau atlet e-sport tak ubahnya pemain sepak bola profesional yang memiliki rentang masa karier terbatas lantaran faktor usia. Sementara pemain games biasa tentu tidak ada batasan usia karena bukan untuk kompetisi profesional.
"Sekarang memang ada fenomena baru bahwa bermain games bisa menghasilkan pendapatan sendiri, tapi tidak mudah dilakukan semua pihak karena kalau tidak punya kemampuan sama saja," ucap Angki.