Senin 19 Aug 2019 14:00 WIB

Al-Jahiz Kembangkan Kemampuannya di Bait Al-Hikmah

Al-Jahiz berguru kepada sederet ilmuwan.

Rep: Mozaik Republika/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.
Foto: Photobucket.com/ca
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — HAR Gibb mengungkapkan, al-Jahiz adalah cucu dari seorang budak berkulit hitam. Ia lahir di Basrah, Irak, pada 781 M. Sejatinya, al-Jahiz berasal dari keluarga miskin yang kerap dililit masalah keuangan.

Ia sudah menjadi anak yatim pada usia beberapa bulan. Kemiskinan tak membuat keluarga al-Jahiz menyerah. Sang ibu mendorong putranya untuk terus belajar. Al-Jahiz disekolahkan sang bunda di sekolah Alquran yang ada di tanah kelahirannya.

Baca Juga

Kala itu, al-Jahiz sering berkumpul dengan sebuah perkumpulan pemuda di sebuah masjid di Basrah. Di tempat itu, mereka mendiskusikan berbagai macam subjek ilmu pengetahuan. Al- Jahiz kemudian berguru kepada sederet ilmuwan. Ia melanjutkan belajarnya hingga usia 25 tahun. Otaknya yang encer dan brilian membuatnya mampu menguasai beragam ilmu pengetahuan. Kemauannya yang keras untuk menguasai beragam ilmu memicunya untuk lebih rajin membaca.

Semua tulisan dan karya-karya penting dilahapnya, termasuk buku terjemahan Yunani dan filsafat Yunani, khususnya buah pemikiran Aristoteles. Kemilau Baghdad sebagai metropolis intelektual dunia juga telah menarik perhatian al-Jahiz.

Ia lalu memutuskan untuk hijrah ke pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah itu. Salah satu tempat pertama yang didatanginya di Baghdad adalah Bait al-hikmah atau House of Wisdom pusat studi dan keilmuan terbesar di dunia. Ia memanfaatkan peluang yang diberikan para khalifah yang gemar dengan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya.

Ketika menetap di Basrah, al-Jahiz sudah dikenal sebagai seorang penulis. Sejak kecil, sang ibu telah menanamkan kecintaan terhadap buku. Alkisah, suatu hari sang bunda menawarkannya sebuah nampan penuh dengan buku-buku catatan. Ibunya lalu berkata bahwa kelak dia akan mendapatkan kehidupan dari menulis.

Menulis kemudian menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam kehidupan al-Jahiz. Selama hidupnya, dia telah mengarang lebih dari 450 judul buku. Itulah yang membuat Philp K Hitti mendaulatnya sebagai salah seorang ilmuwan Muslim terproduktif. Sayangnya, yang masih tersisa dan bertahan menembus ruang dan waktu hanyalah 30 judul.

Setelah 50 tahun menetap di Baghdad, al-Jahiz kemudian memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, Basrah. Ia tutup usia di kota itu pada Januari 869. Ada juga yang meyakini, sang ilmuwan terlahir pada Desember 868 M. Namun, penyebab kematiannya belum jelas. Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa ia mengalami kecelakaan, tertimbun buku di perpustakaan pribadinya. Namun, ada sebuah versi lain mengatakan bahwa dia menderita sakit dan meninggal di bulan Muharram.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement