REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan yang berlangsung sejak Senin (19/8) pagi tadi di Manokwari, Papua Barat, membuat sejumlah warga pendatang terpaksa mengurungkan niat untuk beraktivitas di luar rumah. Mereka memilih bertahan di dalam rumah jelang kondisi kondusif kembali.
Salah seorang pendatang dari Cilacap, Jawa Tengah, Harun (24 tahun) mengaku lebih memilih berdiam diri di rumah sejak tadi pagi. "Tidak berani saya keluar rumah. Takutnya bagaimana-bagaimana. Nanti malah hancur," kata Harun yang bekerja di Manokwari, Senin (19/8) siang.
Harun menuturkan memilih untuk tidak keluar rumah karena kondisi yang semakin tak kondusif. Terlebih beredar informasi tentang aksi masa yang juga menyasar para pendatang.
Meski, informasi yang beredar tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya. Tapi Harun mengaku sangat takut dengan informasi yang beredar tersebut.
"Imbauan dari polisi tidak ada (untuk tidak keluar rumah). Cuma saya diinformasikan teman-teman saja. Teman-teman saya juga tidak berani keluar rumah," kata Harun, yang bekerja sebagai pekerja harian lepas (PHL) di Bhayangkari Papua Barat itu.
Harun menambahkan, kondisi saat ini memang terasa mencekam di Manokwari. Dia pun baru kali pertama merasakan kondisi begitu mencekam seperti sekarang. Harun memilih tidak bekerja hari ini karena semua kegiatan yang telah direncanakan sudah dibatalkan sejak tadi pagi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, mengimbau agar seluruh masyarakat dan terutama di Kabupaten Manokwari, dan Jayapura untuk tetap tenang. "Kami imbau juga sama-sama menjaga kondisi yang kondusif yang kita ketahui Manokwari itu sebenarnya kondusif. Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang memperkeruh suasana," kata Dedi di Jakarta, Senin (19/8) siang.
Kericuhan pecah di Kabupaten Manokwari sejak Senin (19/8) pagi. Massa berkumpul di jalan-jalan utama Manokwari dan menutup akses jalan dengan melakukan pembakaran.
Aksi ini diduga buntut dari penangkapan sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya dan adanya dugaan tindakan rasisme kepada mahasiswa Papua oleh sejumlah massa sebelum penangkapan terjadi pada Sabtu (17/8).