REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun 2020, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mencanangkan program Merdeka Sinyal. Melalui program ini, akses internet akan masuk hingga ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Program Merdeka Sinyal ini akan membuat masyarakat Indonesia yang tinggal di pelosok bisa ikut berekspresi melalui internet, sehingga akan banyak berdampak positif. Kendati demikian, dikhawatirkan akan ada konten yang tidak bisa disaring warga desa, seperti pornografi dan terorisme.
Karena itu, Ormas Islam di Indonesia mendorong pemerintah untuk memberikan literasi kepada masyarakat hingga pelosok negeri, sehingga bisa memanfaatkan internet dengan produktif dan bisa memfilter konten negatif dari internet.
"Dunia internet sesuatu yang tak terhindarkan. Namun, pemerintah harus menjamin kedewasaan masyarakat untuk penggunaannya," ujar Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Kholil Nafis saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (18/8).
Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini mengatakan, sebelum prorgram Merdeka Sinyal dilaksanakan pemerintah harus memastikan bahwa literasi media dan dunia maya sudah sampai ke masyarakat yang tinggal di pedalaman.
"Pemerintah harus bisa memastikan tentang pengawasan di dunia cyber," ucap Kiai Cholil.
Menurut dia, masyarakat harus menggunakan internet secara produktif, sehingga MUI pun telah mengeluarkan fatwa bermuamalah melalui media sosial sejak 5 April 2017 lalu. Fatwa ini diharapkan dapat membendung maraknya konten-konten negatif di internet seperti pornografi dan terorisme.
"Kita sudah punya fatwa tentang bermuamalah di medsos dan dua tahun ini melakukan sosialisasi tetapi itu belum maksimal," katanya.