Selasa 20 Aug 2019 08:07 WIB

Harga Minyak Dunia Naik Setelah Fasilitas Saudi Diserang

Sebuah serangan dilancarkan oleh pesawat tak berawak ke ladang minyak di Arab Saudi

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan Senin (19/8) atau Selasa (20/8) pagi WIB, setelah serangan akhir pekan di fasilitas minyak Saudi oleh pasukan Houthi Yaman. Serangan tersebut diprediksi bakal mengancam pasokan minyak mentah.

Selain itu para pedagang mencari tanda-tanda bahwa ekonomi utama akan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi perlambatan global.

Baca Juga

Minyak mentah berjangka Brent untuk penyerahan September, patokan internasional untuk harga minyak, naik 1,10 dolar AS atau 1,88 persen, menjadi menetap pada 59,74 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus, bertambah 1,34 dolar AS atau 2,44 persen, menjadi ditutup pada 56,21 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Tanda-tanda sedikit pelunakan perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China, termasuk Washington memperpanjang penangguhan hukuman yang memungkinkan Huawei Technologies China untuk membeli komponen dari perusahaan AS, juga membantu harga minyak.

Sebuah serangan pesawat tak berawak oleh kelompok Houthi di ladang minyak di Arab Saudi timur pada Sabtu (17/8) menyebabkan kebakaran di sebuah pabrik gas, menambah ketegangan Timur Tengah, tetapi perusahaan milik kerajaan, Saudi Aramco mengatakan produksi minyak tidak terpengaruh.

"Pasar minyak tampaknya menetapkan harga lagi sebagai premi risiko geopolitik menyusul serangan pesawat tak berawak akhir pekan ke Arab Saudi, tetapi premi mungkin tidak bertahan jika tidak mengakibatkan gangguan pasokan," kata Giovanni Staunovo, analis minyak untuk UBS.

Ketegangan terkait Iran tampaknya mereda setelah Gibraltar melepas sebuah kapal tanker Iran yang direbutnya pada Juli, dengan kapal berlayar ke Yunani, meskipun Teheran memperingatkan Amerika Serikat terhadap setiap upaya baru untuk merebut kapal tanker itu di laut lepas.

Reli dalam ekuitas dari meningkatnya harapan bahwa ekonomi global akan mengambil tindakan untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan juga membantu minyak, yang seringkali mengikuti harga saham. "Kematian ekonomi global telah sangat dibesar-besarkan dan pasar mulai menyadari hal itu," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.

Pengumuman China tentang reformasi suku bunga utama selama akhir pekan telah memicu ekspektasi pengurangan biaya pinjaman perusahaan dalam ekonomi yang sedang kesulitan itu, mendorong harga-harga saham menguat pada Senin (19/8).

Sementara itu, pembukaan jalur pipa minyak mentah di Amerika Serikat, mengurangi hambatan yang membebani patokan AS, mendukung WTI pada khususnya. Namun demikian, dalam jangka panjang lebih banyak minyak mentah AS kemungkinan akan menekan harga jika minyak menuju ke tempat penyimpanan.

"Pada suatu saat, fakta bahwa Anda memiliki banyak barel datang mengalir yang tidak ada beberapa minggu yang lalu, itu akan membunuh angsa emas (menghancurkan sesuatu yang menguntungkan)," kata Bob Yawger, direktur energi di Mizuho di New York.

Keuntungan harga dibatasi oleh laporan suram oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang memicu kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan minyak. OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global pada 2019 sebesar 40.000 barel per hari (bph) menjadi 1,10 juta barel per hari dan mengindikasikan pasar akan sedikit surplus pada 2020.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement