REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) Jakarta meminta agar ricuh yang melibatkan warga Papua di sejumlah tempat antara lain Surabaya, Monakwari, Papua, dan Papua Barat tak dikaitkan dengan kerukunan antarumat beragama.
“Jadi, jika ada pihak yang menarik kasus di Surabaya kemarin ke persoalan hubungan antarumat beragama jelas tidak relevan,” kata Kepala BLA Jakarta, Nurudin Sulaiman, di sela seminar penelitian bertajuk Toleransi dan Kerjasama Umat Beragama di Wilayah Sumatra di Jakarta, Selasa (20/8).
Dia menjelaskan, berdasarkan survei indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2018 yang dilakukan Balitbang Kemenag, lima provinsi memiliki skor di atas rata-rata. Nusa Tenggara Timur (78,9); Sulawesi Utara (76,3); Papua Barat (76,2), Bali (75,4); dan Sulawesi Barat (74,9).
“Artinya, kerukunan di daerah ini sebenarnya bagus. Jadi, jika sekarang ada letupan konflik itu bukan persoalan antaragama. Dalam konteks ricuh Papua, saya lebih melihatnya sebagai persoalan kriminal murni yaitu dugaan rasisme oknum tak bertanggung jawab,” kata dia.
Bahkan, kata dia, jika dilihat survei lainnya yaitu indeks karakter siswa menurut provinsi, Papua Barat berkategori tinggi dengan skor 70,46. Sementara indeks gotong-royong untuk provinsi di timur Indonesia ini skornya 67,31. “Pada titik ini, saya mendorong ditingkatkannya kerjasama antarwarga,” kata dia.
Doktor administrasi publik jebolan UI ini menambahkan, indeks karakter yang disurvei meliputi lima hal. Yakni religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, integritas, dan karakter. “Dari data tersebut, kerjasama memang wajib ditingkatkan,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk meredam konflik di tingkatan masyarakat akar rumput, tak terkecuali letupan yang terjadi di Papua Barat, Surabaya, dan Malang, perlu ditingkatkan kerjasama atau gotong royong.
Saat ditanya korelasi seminar penelitian yang sedang dipresentasikan, Nurudin mengatakan bahwa hal tersebut memiliki siginifikansi dengan isu kekinian. Faktanya, kerukunan umat beragama di Sumatra cenderung baik. “Kerukunan di daerah ini masih sesuai dengan hasil survei KUB,” ujarnya.
Dia melihat ada model-model kerukunan yang kuat yang bisa direplikasi dari kelima daerah ini. Misalnya, dalihan natolu yg bisa ditemukan Tapanuli Selatan, Sumut
Seminar tersebut menghadirkan narasumber Prof Dr HM Ridwan Lubis (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Sebelumnya, lima peneliti mempresentasikan temuannya berdasarkan daerah yang ditelitinya.
Kelima peneliti tersebut adalah Ismail (Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan); Rudi Harisyah Alam (Tapanuli Selatan, Sumatra Utara), Marpuah (Kota Banda Aceh), Daniel Rabitha (Lampung Selatan, Lampung); dan Muhammad Agus Noorbani (Tanjung Jabung, Jambi)