REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi menuturkan, pihaknya terus mendorong industri untuk menyerap garam petani lokal. Ia berharap penyerapan dapat dilakukan lebih dari besaran yang ditetapkan dalam perjanjian kerja sama industri dengan petani garam lokal sebanyak 1,1 juta ton.
Brahmantya menyebutkan, salah satu tantangan besar penyerapan garam lokal saat ini adalah harganya yang masih lebih mahal dibandingkan produk impor. Penyebabnya, industri pergaraman yang masih bersifat tradisional dan padat karya.
"Negara harus punya keberpihakan gitu," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8).
Saat ini, Brahmantya menyebutkan, KKP sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing garam lokal. Di antaranya dengan membuat 18 buah gudang tempat penyimpanan garam hasil produksi petambak garam.
Dengan masing-masing luasannya 600 meter persegi, gudang tersebut mampu menampung 2.000 ton yang dikelola oleh koperasi garam di tiap sentra garam rakyat.
Tantangan lain yang terjadi di industri pergaraman adalah lahan. Brahmantya menyebutkan, para petani garam memiliki keterbatasan dalam kepemilikan lahan, sehingga KKP memfasilitasi integrasi lahan.
"Setidaknya sampai 15 hektar," tuturnya.
Di sisi lain, Brahmantya menambahkan, produksi garam lokal itu juga harus ditingkatkan secara kualitas. Oleh karena itu, ia mendorong Kementerian Perindustrian maupun industri terkait untuk melakukan industrialisasi guna meningkatkan nilai tambah produksi garam petani dalam negeri.
Sementara itu, Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) sudah menyerap 100 ribu ton garam petani lokal sepanjang dua pekan terakhir. Penyerapan dilakukan seiring dengan penandatanganan kerja sama antara 11 industri pengolah garam dengan 164 petani garam di dalam negeri pada pekan pertama Agustus.
Sekretaris Jenderal AIPGI Cucu Sutara menyebutkan, dalam penandatanganan kerja sama tersebut menargetkan industri dapat menyerap 1,1 juta ton garam petani lokal. Komitmen tersebut berlaku hingga Juli 2020.
"Kita menyerap terus sampai hari ini," ujarnya.
Dalam penyerapannya, Cucu menjelaskan, industri membeli garam di tingkat petani dengan harga Rp 700 per kilogram untuk garam dengan kualitas II. Sedangkan, garam dengan kualitas pertama dibeli di tingkat Rp 900 per kilogram.