REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menguji coba rudal jelajah darat konvensional pada Senin (19/8). Uji coba tersebut merupakan tes rudal perdana sejak Washington keluar dari perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF) yang dijalin dengan Rusia.
Uji coba rudal tersebut dilakukan di Pulau San Nicolas, Kalifornia. Menurut Pentagon, rudal berhasil menjangkau dan mengenai target setelah menempuh jarak lebih dari 500 kilometer.
“Data yang dikumpulkan dan pelajaran yang diperoleh dari tes ini akan memberi informasi kepada Departemen Pertahanan untuk mengembangkan kemampuan rudal jarak menengah pada masa mendatang,” kata Pentagon.
Uji coba rudal seperti itu sebelumnya dilarang dalam perjanjian INF. AS secara sepihak keluar dari INF yang diteken bersama Rusia. Akibatnya, Rusia pun menanggalkan perjanjian yang ditandatangani pada 1987 itu.
Perjanjian itu melarang kedua negara untuk memproduksi serta memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer. Pembatasan ini meminimalisasi kemungkinan saling serang senjata nuklir secara mendadak.
AS resmi keluar dari kesepakatan INF pada 2 Agustus lalu karena menuding Rusia melanggar INF. Tudingan itu disangkal Rusia yang kemudian mengambil langkah setimpal dengan keluar dari INF.
Ilustrasi Rudal
Sejak lama
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menyesalkan adanya uji coba rudal jelajah darat oleh AS. Menurut dia, hal itu dapat meningkatkan ketegangan militer antara Moskow dan Washington setelah bubarnya perjanjian INF.
“Semua itu disesalkan. AS jelas telah menetapkan arah untuk meningkatkan ketegangan militer. Kami tidak menyerah pada provokasi,” kata Ryabkov, Selasa (20/8), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Menurut dia, uji coba rudal itu membuktikan bahwa AS telah mengembangkan sistem tersebut cukup lama. “Hampir tidak ada konfirmasi yang lebih jelas dan lebih eksplisit tentang fakta bahwa AS telah mengembangkan sistem semacam itu untuk waktu yang lama, dan persiapan untuk menarik diri dari perjanjian termasuk, khususnya, penelitian, serta pengembangan yang relevan,” ujarnya.
Dia kembali menegaskan bahwa Rusia tidak akan menyerah pada provokasi uji coba rudal jelajah AS. “Seperti yang dikatakan Presiden Rusia (Vladimir Putin) di Prancis kemarin, kami menegaskan kembali komitmen kami pada moratorium unilateral dalam penerapan sistem jarak menengah berbasis darat sampai AS menyebarkan sistem semacam itu di beberapa bagian dunia,” kata Ryabkov.
Sebelumnya, Pemerintah Rusia menyatakan masih siap menjalin dialog dengan AS untuk membahas tentang rudal jarak menengah dan pendek. “Kami menjaga pintu (dialog) tetap terbuka. Selama AS tidak menyebarkan sistem (rudal) seperti itu ke Eropa, kami tidak akan melakukan hal yang sama. Selama tidak ada rudal AS di Asia, tidak akan ada rudal kami di kawasan,” kata Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu yang dikutip TASS.
Menurut dia, Rusia telah berulang kali menyerukan dialog untuk membahas masalah tersebut. “Antara Februari dan 2 Agustus, kami terus membuka pintu (dialog),” ujar Shoigu. Namun, Washington memang belum menanggapi seruan tersebut.
Rusia juga menyatakan tidak berencana menempatkan rudalnya selama AS juga tidak melakukan hal yang sama di seantero Eropa dan Asia. "Kami akan berpegang teguh pada sikap itu... kecuali jika ada sistem serupa itu (dipasang AS)," kata Shoigu kepada televisi Rossiya-24.
Namun, AS memang berencana menempatkan rudal jarak menengah di Asia. Hal itu telah diumumkan Menteri Pertahanan AS Mark Esper. Dia menginginkan penempatan rudal itu dapat direalisasikan dalam waktu beberapa bulan. n Kamran Dikarmareuters ed: yeyen rostiyani