REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Buku karya Abdul Latif yang berjudul Mukhtarat fi al-Tibb merupakan salah satu karya paling awal soal hirudoterapi. Ia memperkenalkan penggunaan lintah secara lebih modern, untuk membersihkan jaringan tubuh setelah operasi bedah.
Meski cukup efektif, ia memahami bahwa penggunaan lintah itu memiliki risiko. Oleh karena itu, sebelum lintah ditempelkan pada jaringan tubuh, lintah harus dibersihkan dari kotoran serta debu
Dia juga menulis, setelah lintah menyedot darah hingga keluar, garam harus ditaburkan pada bagian tubuh yang disedot darahnya. Ini bertujuan mempercepat pembekuan darah dan sebagai mineral yang mengandung obat.
Pada awal abad pertengahan, lintah juga digunakan untuk menghilangkan darah kotor dari tubuh seorang pasien guna menyeimbangkan tubuh manusia. Tubuh harus tetap seimbang supaya berfungsi dengan baik.
Pada zaman pertengahan, setiap penyakit yang menyebabkan kulit menjadi merah, misalnya demam dan radang, biasanya diakibatkan terlalu banyak darah dalam tubuh. Orang yang mudah marah juga dianggap menderita penyakit akibat kelebihan darah.
Penggunaan lintah dalam dunia kedokteran pertama kali dilakukan pada tahun 200 SM oleh seorang dokter Yunani di Colophon Nicander. Hirudoterapi atau penggunaan lintah untuk tujuan medis, kemudian dipopulerkan oleh Ibnu Sina.
Ini tercantum dalam The Canon of Medicine (1020-an). Ibnu Sina juga memperkenalkan penggunaan lintah sebagai pengobatan untuk penyakit kulit. Terapi lintah juga menjadi metode yang sangat populer pada abad pertengahan di Eropa.
Metode ini, misalnya, digunakan di Portugal dan Prancis karena mendapat pengaruh dari buku The Canon of Medicine. Penggunaan lintah untuk medis juga cukup membantu bagi bedah mikro. Sebab, lintah efektif untuk mengurangi pembekuan darah.
Lintah juga efektif meredakan tekanan vena dari pengumpulan darah. Dalam bedah rekonstruksi, lintah digunakan untuk merangsang sirkulasi darah, dalam operasi organ dengan aliran darah yang cukup kritis, seperti kelopak mata, jari, dan telinga.
Abdul Latif juga menulis sebuah buku berjudul Al-Thibb min al-Kitab waal- Sunna atau ‘’Pengobatan dari Kitab dan Kehidupan Nabi Muhammad’‘. Ia menggambarkan, praktik kedokteran Islam sejak zaman Nabi Muhammad di dalam buku tersebut.