REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menyatakan berupaya melakukan pendekatan persuasif untuk mengendalikan kericuhan di Fakfak, Papua Barat, Rabu (21/8) tadi pagi. Pengendalian itu didukung oleh seluruh tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan upaya tersebut untuk memberikan pemahaman agar masyarakat tidak melakukan kegiatan anarkis yang merugikan semua pihak. "Petugas TNI dan Polri tidak dibekali peluru tajam, bahwa kami ingin mengedepankan upaya komunikasi dengan saudara-saudara kita," ujar jenderal bintang dua itu, Rabu.
Iqbal mengatakan pergerakan massa di Fakfak, Papua Barat pada Rabu sekira pukul 9.00 waktu setempat. Ia menerangkan massa diduga melakukan pembakaran di pasar dan beberapa objek vital.
"Tapi, insyaallah bisa dikendalikan," kata Iqbal. Sejauh ini, Polri menyebut, pihaknya bersama TNI berupaya mengendalikan kericuhan tersebut.
Secara umum di Papua Barat, Iqbal mengatakan, situasinya bisa dikendalikan, khususnya di Manokwari dan Sorong, yang sudah kondusif, tidak ada pergerakan masa, dan tidak ada lagi gerakan yang berujung anarkisme. Polri dan TNI, lanjut Iqbal, tetap melakukan proses pengamanan, dengan mengedepankan upaya persuasif dan komunikasi.
Polri sudah menurunkan pasukan Bantuan Kendali Opérasi (BKO) untuk berjaga - jaga ketika ada eskalasi dan perkembangan. BKO itu terdiri dari 12 satuan setara kompi (SSK) dari Polda terdekat seperti Sulsel, sulteng, Maluku, NTB dan terakhir Kaltim yang akan segera tiba di Papua.
"Insyaallah masih (ditempatkan) di Sorong dan Manokwari, dan Fak Fak insyaAllah bisa ditangani polda setempat kita yakin upaya komunikasi juga, upaya pendekatan, yang dikedepankan tokoh masyarakat," ujar Iqbal.
Kerusuhan di Fakfak menjadi rangkaian kerusuhan yang terjadi sebagai bentuk protes warga Papua atas tindakan rasisme di Surabaya, Malang dan Jawa Tengah. Awalnya, kerusuhan terjadi di Manokwari, lalu bergeser ke Sorong, dan kini Fakfak. Aparat terus berupaya meredam kerusuhan tersebut.