REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- India dilaporkan telah menangkap sedikitnya 2.300 orang di Kashmir selama wilayah itu diisolasi. Sebagian besar dari mereka yang kini ditahan adalah pemuda.
Menurut tiga pejabat polisi, mereka yang ditangkap termasuk demonstran anti-India dan pemimpin Kashmir pro-India. Sebagian besar penangkapan dilakukan di ibu kota Kashmir yang dikelola India, yakni Srinagar.
Hampir 100 orang ditangkap di bawah Undang-Undang (UU) Keamanan Publik. Undang-Undang tersebut memberi wewenang untuk melakukan penahanan selama dua tahun tanpa proses pengadilan.
Pada Selasa (20/8), puluhan warga Kashmir berkumpul di kantor polisi Srinagar. Mereka meminta agar saudara dan kerabatnya dibebaskan. Salah satu warga, Ali Mohammed Rah, mengatakan kedua putranya yang berusia 14 tahun dan 16 tahun telah ditangkap.
"Mereka (pasukan keamanan India) memaksa masuk (rumah), menodongkan senjata kepada kami sambil memerintahkan kami untuk tidak membunyikan alarm," ungkap Rah.
Pasukan keamanan India kemudian menangkap kedua anaknya yang berada di kamar. Istri Rah sempat memohon agar anaknya tak ditahan. Namun hal itu tak digubris. "Istri saya pingsan dan sekarang di rumah sakit," kata Rah seraya menambahkan bahwa istrinya menderita penyakit jantung.
Ulfat, warga Kashmir lainnya, mengatakan suaminya juga telah ditahan. Dia ditangkap pada pukul 02.00 pagi. Ulfat, yang baru saja melahirkan, tak tahu bagaimana harus menafkahi anaknya.
"Siapa yang akan memberi keluarga kita makanan dan obat-obatan? Ke mana saya harus pergi dengan bayi saya?" kata Ulfat.
Raj Begum mengungkapkan anaknya yang berusia 24 tahun telah ditahan. Saat ditangkap, anaknya hanya mengenakan celana pendek dan tanpa alas kaki. "Tentara memukul kepala saya dengan papan kayu ketika saya mencoba untuk menahan penangkapan anak saya," ujarnya.
Juru bicara Pasukan Polisi Cadangan Sentral yang kini memegang yurisdiksi di Kashmir, Moses Dhinakaran, mengatakan tak mengetahui berapa banyak orang yang telah ditahan selama dua pekan terakhir. Sebab, dia mengklaim pihaknya tak memiliki peran langsung dalam tindakan tersebut.
Kashmir telah dibekap ketegangan sejak India mencabut status khusus wilayah tersebut pada 5 Agustus lalu. Masyarakat di sana memprotes, kemudian menggelar aksi demonstrasi di beberapa daerah di sana. Mereka menolak status khusus dicabut karena khawatir dapat mengubah komposisi demografis Kashmir.
Untuk meredam aksi massa, pasukan India kemudia mengerahkan sejumlah besar pasukan. Mereka mengisolasi Kashmir dengan mendirikan pos pemeriksaan, membangun barikade kawat berduri, serta memberlakukan jam malam.
Tak hanya itu, India pun memutus jaringan telepon, internet, dan televisi. Hal itu menyebabkan masyarakat tak dapat menghubungi kerabatnya yang berada di luar Kashmir.