Kamis 22 Aug 2019 00:11 WIB

Akhir 2019, Seluruh SPBU Terapkan Sistem Digitalisasi Nozzle

Per akhir Juni 2019, sistem digitalisasi nozzle sudah menjangkau 1.327 SPBU

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Pengendara motor mengisi BBM kendaraannya di salah satu SPBU Pertamina, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pengendara motor mengisi BBM kendaraannya di salah satu SPBU Pertamina, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong pencatatan elektronik atau digitalisasi nozzle di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Digitalisasi nozzle ini untuk meningkatkan akuntabilitas data penyaluran jenis BBM tertentu (JBT).

Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa atau Ifan, mengatakan, penandatanganan kerja sama program digitalisasi nozzle antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk sudah dilakukan pada 31 Agustus 2018 dengan tujuan untuk meningkatkan pengawasan BBM bersubsidi (minyak solar) dan BBM penugasan (Premium) yang akan memasang digitalisasi pada 5.518 SPBU di seluruh Indonesia.

Baca Juga

"Berdasarkan hasil pengawasan BPH Migas yang memberikan penugasan kepada Pertamina dari target 5.518 digitalisasi nozzle sampai dengan Juni 2019, baru terealisasi digitalisasi nozzle pada 1.327 SPBU, sisanya akan diselesaikan hingga akhir Desember 2019," ujar Ifan saat jumpa pers mengenai Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Tahun 2019 di kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8).

Ifan menyampaikan pengawasan secara efektif konsumen solar dan Premium melalui digitalisasi nozzle SPBU perlu dilengkapi dengan indentifikasi konsumen seperti nomor kendaraan dan jumlah pembelian.

"Namun digitalisasi nozzle SPBU yang dilakukan sampai dengan saat ini belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi konsumen, khususnya nomor kendaraan dan volume pembelian," ucap Ifan.

Kata Ifan, BPH Migas telah meminta kepada Menteri BUMN melalui surat agar mendorong Pertamina dapat mengimplementasikan sistem identifikasi konsumen dan volume pembelian pada digitalisasi nozzle SPBU agar dapat diigunakan untuk pengawasan BBM bersubsidi dengan efektif dan target digitalisasi nozzle SPBU sebanyak 5.518 SPBU dapat tercapai.

Ifan menilai kehadiran digitalisasi nozzle merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan penggunaan BBM subsidi yang mengakibatkan over kuota JBT solar.

Ketua Umum DPP Hiswana Migas Rachmad Muhamadiyah mengatakan perkiraan over kuota untuk JBT solar memang cukup terlihat pada dua kuartal pertama 2019, di mana pada akhir tahun diprediksi melebihi angka yang ditetapkan pemerintah. Rachmad meminta bantuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan sosialiasi lepas masyarakat dalam penggunaan JBT solar agar tepat sasaran.

"Kami juga akan meminta BPH Migas dan pemda bantu sosialisi karena kalau kami sampaikan ke konsumen akan sulit," ujarnya.

Hiswana Migas, kata Rachmad, mendukung program digitalisasi nozzle. Namun, kata dia, kendala terbesar lantaran kebanyakan fasilitas SPBU di Indonesia sangat beragam dan memiliki umur operasi yang relatif tua.

"Dari sisi tangki timbun maupun mesin sudah lama (tua) dan (SPBU) di daerah-daerah, mesin masih sangat kuno. Dari SPBU dengan omset yang ada, berat beli alat baru. Ini kendalanya untuk seragamkan (digitalisasi nozzle) seluruh Indonesia," kata Rachmad.

Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas'ud Khamid, mengatakan, program digitalisasi nozzle memerlukan pemasangan alat ukur di tangki SPBU, pemasangan sensor di masing-masing pipa nozzle, dan pemasangan perangkat server untuk proses transaksi.

Mas'ud menyebut, pemasangan alat ukur di tangki dan pemasangan sensor sudah selesai dilakukan di 5.518 SPBU. Sementara pemasangan Electronic Data Capture (EDC) untuk proses transaksi baru tercapai 1.400 EDC dari target sebanyak 22 ribu.

"Yang sudah terintegrasi, khususnya di Jakarta, 130 SPBU sudah terintegrasikan antara alat ukur, sensor, dan server untuk EDC, khusus Jakarta sudah selesai," ujar Mas'ud.

Dengan digitalisasi nozzle, kata Mas'ud, Pertamina dapat memonitor keseluruhan transaksi pembelian BBM, baik dari konsumen maupun dari SPBU yang mengambil BBM dari Terminal BBM (TBBM) Pertamina. Dengan begitu, Pertamina akan lebih cepat mengetahui stok BBM di SPBU yang sudah menipis untuk segera dikirim kembali agar tidak terjadi kelangkaan.

"Selama Ini stok habis, kita banyak tidak tau atau tahunya telat. Nanti stok menipis segera kirim dari TBBM. Stok akan terjaga. Kita juga jadi tahu SPBU mana yang penjualan BBM subsidi tidak wajar. Misal ambil sekian liter dari TBBM tapi kok jualnya lebih banyak," ucap Mas'ud.

Untuk konsumen, kata Mas'ud, Pertamina juga akan mengetahui data dan pembelian BBM yang dilakukan konsumen. "Setelah ini, pada 2020 kita akan masuk ke nomor kendaraan, sudah bicara Kakorlantas minta data kendaraan, nomor pelat akan kita integrasikan, kami akan tahu siapa pembeli BBM dan tahu di mana dia beli," lanjutnya.

Mas'ud tidak menampik penggunaan digitalisasi nozzle yang dinilai cukup terlambat. Pertamina memproyeksikan digitalisasi nozzle dapat terealisasi pada akhir Desember 2019. Alasannya, menurut Mas'ud, lantaran kondisi dan konstruksi SPBU-SPBU yang ada merupakan SPBU tua sehingga proses pengerjaannya harus hati-hati.

Mas'ud menyampaikan rata-rata tangki yang ada di SPBU tidak memiliki alat ukur ataupun soket untuk pemasangan alat ukur. Selain itu, proses pengerjaan instalasi digitalisasi nozzle tersebut hanya bisa dilakukan pada saat SPBU.

"Rata-rata tangki SPBU kita tidak ada alat ukur atau socket, jadi Telkom harus mengakali. Waktu pengerjaan juga saat SPBU tutup sekitar pukul 10 malam hingga pukul 5 pagi sebelum SPBU beroperasi agar SPBU juga tetap bisa jualan," kata Mas'ud menambahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement