REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia dan China meminta Dewan Keamanan PBB bertemu terkait pernyataan pejabat AS soal rencana mereka mengembangkan dan mengerahkan rudal jangka menengah, Kamis (22/8).
Moskow dan Beijing ingin menggelar pertemuan dengan dewan beranggotakan 15 negara tersebut di bawah agenda ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Kedua negara telah meminta agar kepala urusan gencatan senjata PBB, Izumi Nakamitsu memberi pengarahan singkat kepada badan tersebut.
Pentagon mengatakan menguji coba rudal jelajah yang dikonfigurasi secara konvensional, Senin (19/8). Rudal tersebut menghantam targetnya setelah terbang lebih dari 500 Km. Uji coba itu menjadi yang pertama atas rudal jenis itu sejak AS mundur dari Pakta Nuklir Jarak Menengah (INF) era Perang Dingin.
Uji coba tersebut akan dilarang berdasarkan pakta INF, yang melarang rudal berbasis darat dengan jangkauan antara 310 hingga 3.400 mil. Hal itumengurangi kemampuan kedua negara meluncurkan serangan nuklir dalam waktu singkat.
Washington secara resmi mundur dari pakta bersejarah 1987 dengan Rusia pada 2 Agustus setelah memastikan Moskow melanggar pakta tersebut, tuduhan yang dibantah oleh Kremlin. Presiden Rusia Vladimir Putin, Rabu, mengatakan AS kini dalam posisi akan mengerahkan rudal jelajah darat baru ke Rumania dan Polandia, skenario yang ia anggap sebagai ancaman, yang harus direspons oleh Moskow.
AS mengaku tidak berencana mengerahkan rudal darat baru ke Eropa. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, pada Selasa mengatakan uji coba tersebut memperlihatkan AS sedang memprovokasi konflik dan perlombaan senjata baru, yang akan menjadi dampak negatif yang serius bagi keamanan kawasan dan juga global.