Kamis 22 Aug 2019 13:06 WIB

Mardani Kritisi Sumber Biaya Pemindahan Ibu Kota

Pemindahan ibu kota negara biayanya tak sepenuhnya bersumber dari APBN

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Politisi PKS, Mardani Ali Sera
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Politisi PKS, Mardani Ali Sera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera meminta Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan kembali wacana pemindahan ibu kota. Mengingat pembiayaan pembangunan infrastruktur politik nasional ibu kota tersebut tidak sepenuhnya bersumber dari anggaran pendapatan dan biaya negara (APBN). Sehingga hal ini dapat mengancam kedaulatan nasional.

Menurut Mardani, bahan paparan Bappenas menunjukkan sebagian besar biaya pembangunan tersebut berasal dari swasta. Mulai dari pembiayaan gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif dibangun melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). "Ini dapat mengancam kedaulatan negara, karena infrastruktur politik strategis objek vital negara seharusnya dikuasai oleh negara," ujar Mardani saat dikonfirmasi, Kamis (22/8).

Baca Juga

Mardani menambahkan selain membahayakan karena objek vital negara, kerja sama ini juga berpotensi melanggar Perpres nomor 38 Tahun 2015 yang ditetapkan sendiri oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, dalam Pasal 5 ayat 1, bahwa kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur hanya boleh pada infrastruktur ekonomi dan infrastrutur sosial.

"Bukan infrastruktur politik. Aturan itu sudah bagus, tidak boleh dilanggar. Maka jangan overlap dari aturan tersebut,” tegas Mardani.

Maka dengan demikian, kebijakan ini perlu duduk bersama dengan DPR RI untuk merevisi beberapa UU terkait ibu kota negara. Meskipun presiden sudah izin pada sidang tahunan MPR RI, tetap harus dibahas resmi terlebih dahulu dengan DPR. Karena setidaknya ada 3 UU dan 1 Perpres yang perlu dibahas terkait ibu kota.

"Seperti UU No 10 tahun 1964 tentang Pernyataan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara republik Indonesia, UU No 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terang Mardani.

Selanjutnya, kata Mardani, ada UU lain dan tentu saja RPJMN priode ke II Presiden Joko Widodo perlu singkronisasikan lagi dengan skema pemindahan ibu kota. Mungkin, sambungnya, ada beberapa aturan terkait Hankam dan lainnya yang perlu dibahas bersama DPR dulu baru kebijakan ini bisa disepakati jalan.

“Saya pribadi menolak (wacana pemindahan ibu kota), tapi keputusan resmi Partai secara resmi ada di DPP dan akan disampaikan melalui Fraksi,” tutup Mardani. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement