REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali menilai pasangan bakal calon ketua umum Persatuan Sepal Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Komisaris Jenderal Polisi Muhammad Iriawan atau akrab disapa Iwan Bule dengan Mayor Jenderal TNI Cucu Sumantri merupakan kombinasi yang unik antara polisi dan tentara di dunia sepak bola. Akmal menilai sah-sah saja kedua orang dengan latar belakang instansi yang berbeda berkolaborasi untuk mengurus sepak bola Indonesia sepanjang keduanya memiliki visi misi yang sama.
Namun, pengamat sepak bola nasional ini mempertanyakan akan seperti apa jadinya sepak bola Indonesia ke depannya jika ditangani oleh orang yang tidak mendalami sepak bola secara utuh. Pasalnya, pada kepengurusan sebelumnya, saat ketua umum PSSI dijabat oleh Letnan Jenderal TNI H. Edy Rahmayadi, dimana masyarakat umum akan menilai tentara pasti tegas dalam memimpin, pun masih belum sesuai ekspektasi. Menurutnya, visi misi yang dijabarkan Edy saat mencalonkan diri pada 2016 pun tidak kalah bagusnya, namun pada kenyataannya visi-misi hanya menjadi catatan di atas kertas.
"Nah masalahnya apakah pak Iwan Bule ini akan berjalan sesuai rel reformasi yang diharapkan publik atau tidak, ketika visi misi disampaikan tapi ditengah jalan tidak sesuai harapan, nanti jangan kemudian marah jika dikritisi oleh masyarakat," kata Akmal kepada Republika.co.id, Kamis (22/8).
Akmal menjelaskan, harapan masyarakat terhadap sepak bola Indonesia sebetulnya sederhana. Menurutnya, masyarakat hanya ingin sepak bola Indonesia berprestasi dan masalah-masalah seperti pengaturan skor maupun pengaturan juara pada kompetisi tertentu bisa dihilangkan. Sehingga, kata dia, pemain yang bermain di lapangan pun mendapatkan hasil murni dan benar-benar bertanding sepak bola. Akmal menyebutkan, pada kepengurusan sebelumnya masyarakat juga punya harapan tinggi kepada Edy, namun di tengah perjalanan Edy dikendalikan oleh para "pemain" lama.
"Kalau Save Our Soccer (SOS) benar-benar menunggu calon-calon ketua umum ini berbicara terang-terangan soal bagaimana memerangi pengaturan skor, karena sampai saat ini visi misinya masih bicara soal orientasi materi, bukan dalam segi filosopi sepak bolanya," ujarnya.
Menurutnya, Edy pernah berjanji akan memberantas mafia skor, namun karena kurang pengalaman di dunia sepak bola, hal-hal seperti itu akhirnya tidak dapat dikendalikan olehnya. "Jadi dia tidak bisa mengendalikan orang yang sudah pengalaman di sepak bola, faktor ini juga bisa berpengaruh pada Iwan Bule, dia kan secara pengalaman tidak banyak terlibat di bola, awam, di institusi polisi boleh dia namanya berkibar," ujarnya.
"Dia harus memahami sepak bola itu sendiri dan memahami sepak bola Indonesia agar bisa mengurai masalah-masalah yang ada. Yang terpenting siapa pun yang maju bergantung pada pemilik suara, kalau pemilik suara masih membawa gaya pragmatis, yakni memilih siapa yang tawarannya paling besar, maka sepak bola kita tidak akan berkembang," katanya.
Akmal berharap, siapa pun yang terpilih sebagai ketua, cukup membuat kabinet yang simpel tapi semuanya dapat bekerja untuk perbaikan sepak bola Indonesia. Dia tak ingin kabinet hanya berisi orang-orang yang numpang nama, apalagi mencari keuntungan pribadi dari jabatannya tersebut.
"Ini harus ditegaskan sama pak iwan, "yang nakal akan saya tindak tegas" nah ini warning yang ingin didengar masyarakat, cuma kan masyarakat hanya bisa menilai, yang bisa bertindak lebih adalah pemilik suara, jangan pragmatis, kuncinya pemilik suara harus punya visi untuk membangun sepak bola Indonesia jadi lebih baik," ujarnya.