REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron menyarankan pemerintah agar duduk bersama DPR terlebih dahulu dalam membahas wacana pemindahan Ibu Kota. Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah membuat jajak pendapat kepada masyarakat.
Herman mengatakan, pemindahan Ibu Kota memerlukan revisi Undang-Undang yang memerlukan kesetujuan DPR. Prosesnya juga harus terbuka kepada publik karena akan bersinggungan dengan pelayanan publik dan kepentingan masyarakat.
"70 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa, jangan sampai pemindahan ibu kota ke Kalimantan menambah beban biaya bagi yang 70 persen penduduk," ujarnya, Jumat (23/8).
Politikus Demokrat itu menganggap pemindahan ibu kota belum diperlukan dalam waktu dekat. Yang paling dibutuhkan, kata dia, bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, dan menyejahterakan rakyat.
"Situasi ekonomi dunia sedang kurang baik, bahkan beberapa pengamat berpendapat akan terjadi resesi ekonomi di Asia, kita harus waspada dan fokus di ekonomi," ungkapnya.
Menurut Politikus Demokrat itu, memindahkan ibu kota bukan sekadar memindahkan kantor, tetapi juga memindahkan pegawai. Pemerintah diminta memikirkan nasib jutaan aparatur sipil negara (ASN) yang dipindahkan.
Herman juga menyoroti soal sarana pendukung seperti tempat tinggal, rumah sakit, dan sekolah pada seluruh tingkatan. Selain itu, kondisi pangan dan bagaimana kemampuan ekonomi pegawai jika harus pulang pergi ke Jakarta juga patut diperhitungkan.
Karena itu, pembahasan pemerintah-DPR membahas pemindahan ibu kota dinilai penting. "Pada akhirnya DPR yang memutuskan bisa tidaknya pemindahan ibu kota. Kecuali kalau pindahnya misalkan ke Majalengka atau Cirebon, bisa dijangkau dengan membangun kereta cepat," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menyebut Kalimantan Timur dipilih sebagai alternatif lokasi ibu kota baru. Luas lahan yang diperlukan untuk ibu kota baru di Kalimantan Timur bisa mencapai 200 ribu sampai 300 ribu hektare (ha). Proses pembangunan infrastruktur utama membutuhkan waktu minimal tiga tahun.
"Iya Kaltim benar tapi belum tahu lokasi spesifiknya di mana, perluasannya bisa 200 ribu-300 ribu ha," kata Sofyan di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (22/8).
Pembangunan tahap pertama, kata dia, akan memakan setidaknya 3.000 hektare lahan. Itu akan digunakan untuk membangun kantor presiden, kantor kementerian/lembaga, gedung MPR/DPR dan berbagai fasilitas publik lainnya.