REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri ritel di Indonesia tengah berada di persimpangan, seiring dengan perkembangan teknologi saat ini. Pergeseran karakter dan menurunnya daya beli masyarakat Indonesia serta pertumbuhan e-commerce menjadi penyebab lesunya industri ritel dalam negeri.
Pola transaksi antar pedagang dan pembeli terus mengalami perubahan, sehingga perlu disikapi dengan cepat oleh pelaku usaha. Salah satunya toko ritel PT Hero Supermarket Tbk mengakui industri ritel di Indonesia semakin besar tantangannya.
Direktur Hero Supermarket Hadrianus Wahyu Trikusumo mengatakan perusahaan harus menghadapi tantangan karena industri makanan beradaptasi dengan perubahan dalam preferensi pelanggan di Indonesia.
“Seperti banyak retail lainnya, kami juga menghadapi tantangan industri ritel di Indonesia,” ujarnya kepada Republika saat acara HUT Hero Group ke 48 di Hero Gondangdia Menteng, Jakarta, Jumat (23/8).
Hero mencatat penjualan pada semester pertama hanya Rp 6,67 miliar atau 2,5 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini dipengaruhi oleh rencana optimalisasi toko untuk menunjang revitalisasi pada bisnis makanan.
“Kami tetap berkomitmen untuk melakukan transformasi multi tahun. Kami telah melihat adanya dorongan peningkatan yang mendasar dalam bisnis makanan, ketika kami memulai inisiatif transformasi,” ucapnya.
Menurutnya bisnis makanan perusahaan diuntungkan oleh tren pertumbuhan penjualan like-for-like dan profitabilitas underlying. Setidaknya program tersebut menunjukkan tanda-tanda peningkatan awal dari fase pertama transformasi bisnis.
Di samping itu, pertumbuhan penjualan anak usaha seperti IKEA dan Guardian masih memberikan kinerja yang kuat secara penjualannya. Hal ini didorong oleh kontribusi pertumbuhan bisnis e-commerce.
“Transformasi masih berjalan pada tahap awal akan tetapi hasilnya cukup menjanjikan,” ucapnya.