REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG – Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH Sholahuddin Wahid, menyatakan pesantren memiliki peran luar biasa dalam mencerdaskan bangsa Indonesia.
Bahkan, kata dia, pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua, yang usianya kurang lebih 600 tahun. Pria yang akrab disapa Gus Sholah itu mengungkapkan, salah satu bukti nyata peran pesantren dalam mencerdaskan bangsa adalah banyak lahirnya pejabat negara lulusan pesantren.
"Sekarang yang kita lihat banyak lulusan dari pesantren yang menjadi pejabat negara. Misalnya dari Pondok Pesantren Gontor ada Hasyim Muzadi, Din Syamsudin, dan sebagainya. Tebu Ireng juga misalnya ada Ali Mustafa Yaqub, dan sebagainya cukup banyak," kata Gus Sholah pada peringatan 120 tahun lahirnya Ponpes Tebuireng, di Gedung Yusuf Hasyim, Jombang, Jumat (23/8).
Gus Sholah menilai, pondok pesantren yang semula sempat mengalami penurunan peminat, dalam beberapa tahun terakhir banyak diminati masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pesat jumlah pesantren di Indonesia 19 tahun terakhir. Saat ini jumlah pesantren di Indonesia lebih dari 28 ribu.
"Sekarang itu minat untuk masuk pesantren itu luar biasa. Sangat meningkat. Jumlah pesantren sekarang lebih dari 28 ribu, padahal tahun 2000 itu masih 10 ribuan. Jadi hampir tiga kali lipat peningkatannya," ujar Gus Sholah.
Melihat pesatnya peningkatan tersebut, Gus Sholah berharap pondok pesantren bisa terus menjaga, bahkan meningkatkan kualitas pendidikan. Sehingga, akan semakin banyak masyarakat yang tidak ragu mengirimkan putra putrinya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren.
Selain terjaminnya mutu pendidikan, lanjut Gus Sholah, pesantren juga dituntut memberi pemahaman kepada masyarakat, pendidikan oesantren tidak kalah dibanding pendidikan formal.
"Jadi skarang tinggal meningkatkan mutunya, meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap pesantren. Ini perlu supaya masyarakat juga melihat perkembangan pesantren. Jadi kalau mau mengirimkan anaknya ke pendidikan, tidak ragu ke pesantren karena lebih terjamin. Tidak ada narkoba, tidak ada rokok, tidak ada miras, terhindar dari pergaulan bebas," kata Gus Sholah.
Gus Sholah juga tidak memungkiri, Pondok Pesantren Tebu Ireng yang dipimpinnya sempat mengalami penurunan peminat. Namun, diakuinya dalam beberapa tahun terakhir santri yang mondok di pondok pesantren Tebuireng mengalami peningkatan. Saat ini, santri yang mondok di Tebuireng Jombang jumlahnya lebih dari 3.000.
Agar terus diminati masyarakat, lanjut Gus Sholah, pondok pesantren Tebuireng terus menyiapkan diri untuk menghadapi kebutuhan yang ada dalam menghadapi tantangan zaman. Di antaranya dengan mendirikan pesantren sains. Yaitu mengajarkan soal sains yang dikaitkan dengan ayat-ayat Alquran.
"Ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kecintaan mereka terhadap ilmu alam. Paling tidak nanti mereka tertarik menjadi ilmuwan yang bisa memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara," kata Gus Sholah
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Ahmad Zayadi, menuturkan alasan meningkatnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pondok pesantren. Menurutnya, itu tak lepas dari banyaknya keuntungan jika sang anak menuntut ilmu di pondok pesantren, ketimbang di sekolah formal.
"Di sekolah yang dikembangkan guru hanya belajar tenteng agama dan kehidupan. Sementara di pesantren yang dipelajari itu bukan saja belajar tentang. Tapi juga belajar bagaimana. Bagaimana beragama, bagaimana kehidupan," ujar Ahmad.
Selain itu, kedalaman ilmu dan keluhuran budi juga lebih bisa didapati dari belajar di pesantren, ketimbang di sekolah formal. Ahmad juga memaparkan berbagai kekuatan yang ada di pesantren. Kekuatan mendasar di antaranya adalah pesantren merupakan sub kultrur dari kehidupan sosial masyarakat.
"Pesantren itu sub kultur. Makanya kulturnya berbeda di dalam pesantren dengan di luar pesantren. Ini yang membuat pendidikan langsung diaplikasikan. Ini kekuatan mendasar dari pondok pesantren," ujar Ahmad.
Kekuatan lainnya adalah jiwa leadership atau kepemimpinan yang lebih menonjol di pesantren dibanding sekolah formal. Di pesantren, kharisma para kiyai dengan ketulusannya mendidik dan mendoakan santri-santrinya untuk sukses, lebih besar dibanding di sekolah formal. “Ini juga didukung mutual relationship antara kiyai dengan santri, yang membuat hasil pendidikannya lebih maksimal,” tutur dia.