REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap dan gratifikasi terhadap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun. Dalam sepekan ini, penyidik KPK memeriksa 33 orang saksi di Kepulauan Riau.
"Kami fokus mendalami dugaan penerimaan gratifikasi, baik yang diduga berasal dari OPD (organisasi perangkat daerah) di Kepri ataupun terkait dengan perizinan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (23/8).
Adapun, pada Jumat (23/8), penyidik memeriksa lima orang saksi di Polres Barelang. Mereka yakni Pemegang Saham Damai Grup/PT Damai Ecowisata, Hendrik; Direksi PT Barelang Elektrindo, Linus Gusdar; karyawan PT Marcopolo Shipyard, Sutono; manajemen Adventure Glamping, I Wayan Santika dan Konsultan reklamasi dan penggunaan ruang laut untuk PT. Marcopolo Shipyard, Agung.
"Hasil pemeriksaan kepada para saksi akan kami dalami untuk proses lebih lanjut dalam penanganan perkara ini. Kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat lagi juga menjadi perhatian KPK," tutur Febri.
Sebelumnya selama pemeriksaan terkuak sumber penerimaan gratifikasi yang diterima Nurdin diduga berasal dari para pejabat dan pegawai di OPD Kepri. KPK, tegas Febri, mengingatkan agar saksi-saksi yang diperiksa terbuka dan jujur dalam menyampaikan keterangan. Sikap kooperatif tersebut, imbuhnya, selain akan membantu KPK dalam menangani perkara juga akan membantu diri para saksi.
"Karena selain ada risiko hukum pidana jika memberikan keterangan tidak benar, KPK juga tentu akan mempertimbangkan mana pihak yang koperatif dan tidak koperatif dalam proses pemeriksaan," katanya.
Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun dijerat KPK dalam kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018-2019. Selain kasus suap, Nurdin Basirun juga dijerat pasal penerimaan gratifikasi.
Dalam kasus suap, Nurdin dijerat bersama tiga orang lainnya, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH), dan pihak swasta Abu Bakar (ABK). Nurdin Basirun menerima suap dari Abu Bakar yang ingin membangun resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare di kawasan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Padahal kawasan tersebut sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
Atas bantuan Nurdin Basirun itu, Abu Bakar pun memberikan suap kepada yang bersangkutan, baik secara langsung maupun melalui Edy Sofyan atau Budi Hartono. Tercatat Nurdin beberapa kali menerima suap dari Abu Bakar.
Pada 30 Mei 2019 Nurdin menerima sebesar 5.000 dolar Singapura dan Rp 45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10,2 hektar. Lalu pada tanggal 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar 6 ribu dollar Singapura kepada Nurdin melalui Budi.
Saat penerimaan SGD6 ribu itu KPK melakukan operasi tangkap tangan. Selain SGD6 ribu, KPK juga mengamankan 43.942 dolar Singapura, 5.303 dolar AS, 5 Euro 407 Ringgit Malaysia, 500 Riyal, dan Rp 132.610.000 dari kediaman Nurdin.
Selain itu, tim penyidik juga menyita 13 tas, kardus, dan plastik di Kamar Gubernur Nurdin. Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp 3,5 miliar, 33.200 dolar AS dan 134.711 dolar Singapura.