Sabtu 24 Aug 2019 21:50 WIB

Jejak Hidup Sang Dokter

Al-Nafis terlahir pada tahun 1213 M di Damaskus, Suriah.

Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejatinya, Al- Nafis memiliki nama lengkap Ala al-Din Abu al-Hassan Ali ibn Abi-Hazm Al-Qarshi Al-Dimashqi. Selain dikenal sebagai dokter, Al-Nafis juga merupakan pakar anatomi, fisiologi, bedah, ophtamologi, penghafal Alquran, ahli hadits, ahli hukum, novelis, sosiolog, sastrawan, astronomi, ahli bahasa, dan sejawaran.

Al-Nafis terlahir pada tahun 1213 M di Damaskus, Suriah. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Rumah Sakit Al- Nuri Damaskus. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan, karena semasa remaja dan muda menimba banyak ilmu. Ketika berusia 23 tahun, Al-Nafis memutuskan hijrah ke Kairo, Mesir. Ia memulai karirnya sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Al-Nassri dan Rumah sakit Al- Man souri. Di rumah sakit itulah, dia men jadi dokter kepala.

Baca Juga

Setelah enam tahun mengabdikan diri dua rumah sakit di kota Kairo itu, pada 1242 M, Al-Nafis mempublikasikan karyanya yang berjudul The Commentary on Anatomy in Avicenna’s Canon. Dalam kitab itulah, ia berhasil mengungkapkan penemuannya dalam anatomi manusia. Pe ne muannya yang paling penting adalah mengenai sirkulasi paru-paru dan jantung.

Menginjak usia 31 tahun, Al-Nafis kembali menyelesaikan karyanya yang lain yang berjudul The Comprehensive Book on Medicine. Kitab itu sudah dipublikasikan dalam 43 volume pada tahun 1243 M - 1444 M. Selama lebih dari satu dasawarsa berikutnya, Al-Nafis berhasil menyelesaikan karyanya di bidang kedokteran hampir 300 volume. Namun, dia hanya mempublikasikan 80 volume.

Sejarah mencatat The Comprehensive Book on Medicine merupakan ensiklopedia kedokteran terbesar di zamannya. Pencapaian luar biasa yang ditorehkan Al-Nafis ketika itu dihasilkan dalam situasi politik yang tak menentu. Pasalnya, ketika itu umat Islam di Mesir tengah menghadapi ancaman Perang Salib dan invasi bangsa Mongol.

Setelah Hulagu Khan bersama pasukan bar-barnya meluluh-lantakan kota metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258, setahun kemudian tentara Mongol men caplok Suriah. Untunglah, keberingasan Mongol tak sampai ke Mesir. Pada tahun 1960, kekusaan Mongol dari Suriah berhasil diusir Sultan Mesir, Baibars, setelah memenangkan pertempuaran Ain Jalut. Sejak tahun 1260 M hingga tahun 1277 M, Ibnu Nafis mengabdikan diri menjadi dokter pribadi Sultan Baibars.

Sebagai seorang penghafal Alquran dan ahli hadits, Al-Nafis memiliki latar belakang keagamaan yang begitu kuat. Ia ternya ta seorang Muslim Sunni ortodoks. Alnafis merupakan seorang sarjana di Sekolah Fikih Syafi’i. Dalam bidang filasafat, dokter serba bisa itu juga menulis beberapa karyanya. Selain mengabdikan diri sebagai dokter, Al-Nafis pun mengajarkan Alquran dan Hadists.

Sang ilmuwan besar itu tutup usia pada 17 Desember 1288 atau 11 Dzulqaidah 687 H. Di akhir hayatnya, Al-Nafis menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada Rumah Sakit Masuriyah agar digunakan bagi kepentingan masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement