Ahad 25 Aug 2019 12:18 WIB

Ekonom: Pajak Obligasi Syariah Juga Harus Turun

Kemenkeu memangkas [ajak penghasilan atas bunga obligasi menjadi 5 dan 10 persen

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Obligasi syariah (sukuk).
Obligasi syariah (sukuk).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan memangkas pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) menjadi 5 persen dan 10 persen dari sebelumnya 15 persen dan 20 persen. Pengamat Ekonomi Syariah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Azis Budi Setiawan menilai, perlakuan yang sama harus diterapkan untuk SBN berbasis syariah.

Menurut Azis, pemerintah memiliki visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pemimpin industri keuangan syariah di tingkat dunia. Pendalaman pasar keuangan melalui instrumen SBN Syariah atau Sukuk perlu mendapat dukungan lewat pemangkasan PPh atas imbalan yang diterima dari investasi Sukuk.

Baca Juga

"Perbedaan insentif di kalangan investor obligasi yang rasional, otomatis dia akan memilih yang pajaknya lebih rendah. Dikhawatirkan peminat Sukuk jadi rendah," kata Azis saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (25/8).

Ia mengatakan, penurunan pajak penghasilan SBN sebesar 10 persen cukup besar dan sangat menarik bagi investor, baik investor perusahaan maupun individu. Harapan pemerintah untuk mendorong kemajuan instrumen investasi SBN Syariah bisa kandas jika ada perbedaan insentif.

Terlebih, Azis mencatat, penjualan Sukuk yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan selalu mengalami oversubscribe. Itu berarti, pembeli Sukuk melebihi ekspektasi awal sebelum instrumen surat utang syariah itu diterbitkan. Di sisi lain, pertumbuhan kelas menengah masyarakat menengah dari kalangan muslim meningkat. Keberadaan Sukuk tentu menjadi pilihan masyarakat kelas menengah untuk berinvestasi secara halal.

Azis menuturkan, Sukuk sejauh ini dianggap sebagai instrumen yang lebih aman dari segi pengelolaan dan prinsip keagamaan. Hal itu membuat Sukuk memiliki ketahanan yang lebik dari mempunya daya tawar yang sejajar dengan SBN. Besaran imbalan Sukuk yang lebih kecil dari bunga dari SBN juga tidak memberikan beban bunga bagi negara di masa depan.

"Itu sekarang menjadi catatan banyak pihak dengan beban bunga negara tahun 2020 hampir Rp 295 triliun. Berbeda dengan sukuk yang tidak menggunakan bunga," ujar dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan, terpilihnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) bakal membawa angin segar bagi perkembangan ekonomi syariah ke depan. Terpilihnya KH Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo masa jabatan 2019-2024 diharapkan dapat membuat keuangan syariah mendapat tempat prioritas bagi pemerintahan ke depan.

"Akan menjadi pertanyaan besar kalau kebijakan pemerintah tidak berpihak pada industri keuangan syariah," kata Azis. 

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi. Beleid itu menyebutkan, bunga dari obligasi tenor lebih dari 12 bulan yang diterima oleh Kontrak Investasi Kolektik (KIK) baik untuk pembiayaan infrastruktur, real estate, maupun efek beragun aset yang tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan mendapatkan potongan pajak.

Pajak yang dikenakan hanya 5 persen sampai tahun 2020. Sementara, mulai tahun 2021 sampai seterusnya dikenakan pajak sebesar 10 persen.  Tarif tersebut lebih rendah 10 persen dari aturan pajak obligasi sebelumnya sebesar 15 persen kurun watu 2014-2020 dan 20 persen untuk obligasi yang diterbitkan mulai 2021.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement