Ahad 25 Aug 2019 20:40 WIB

Penasihat KPK Ancam Mundur Bila Capim Bermasalah Terpilih

Tidak mungkin menasihati seseorang jika sudah cacat secara etik.

Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Mohammad Tsani Annafari (kanan) menyamaikan tangapan bersama dengan Staf Ahli Menteri PPN Bidang Hubungan Kelembagaan Bappenas Diani Sadiawati (tengah) saat diskusi hasil survei presepsi korupsi 2017 di Jakarta, Rabu (22/11).
Foto: Republika/Prayogi
Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Mohammad Tsani Annafari (kanan) menyamaikan tangapan bersama dengan Staf Ahli Menteri PPN Bidang Hubungan Kelembagaan Bappenas Diani Sadiawati (tengah) saat diskusi hasil survei presepsi korupsi 2017 di Jakarta, Rabu (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mohammad Tsani Annafari mengancam akan mundur sebagai penasihat KPK periode 2017-2021 bila ada orang yang cacat etik terpilih sebagai pimpinan KPK 2019-2023. Ia akan mundur sebelum pelantikan.

"Bila orang-orang yang bermasalah terpilih sebagai komisioner KPK, Insya Allah saya akan mengundurkan diri sebagai penasihat KPK sebelum mereka dilantik," kata Tsani Annafari, di Jakarta, Ahad (25/8).

Baca Juga

Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi "profile assesment". Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang), dan penasihat menteri (1 orang).

"Bagi saya, tidak mungkin saya bisa menasihati orang yang sudah saya nyatakan cacat secara etik dalam tugas KPK. Suara internal KPK penting didengar karena mereka ini yang akan merasakan langsung dampak kehadiran para pimpinan ini dalam pelaksanaan tugasnya, karena mereka akan menentukan keputusan etik," ujar Tsani.

Pimpinan yang sangat permisif dinilai Tsani akan malah memiliki masalah secara etik.

"Ingat pimpinan yang tidak patuh LHKPN tidak mungkin bisa bicara fasih tentang LHKPN, karena mereka sendiri tidak melakukannya dengan baik," kata Tsani.

Padahal mengingatkan penyelenggara negara untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) itu adalah bagian dari tugas pimpinan KPK ke petinggi lembaga lain. Ia  pun meminta presiden serius memperhatikan hal tersebut.

Tsani mengaku pernah memeriksa langsung bukti-bukti pelanggaran etik para calon bermasalah tersebut. "Saya sebagai orang yang pernah memeriksa langsung bukti-bukti pelanggaran etik tersebut bersama internal KPK menyaksikan dan meyakini bukti-bukti tersebut nyata. KPK dalam potensi masalah besar karena ada calon-calon bermasalah yang masih diloloskan meskipun telah dinyatakan KPK bermasalah secara etik," ujar Tsani.

Namun Tsani tidak mengungkapkan dengan jelas siapa calon-calon yang dinilainya bermasalah secara etik saat bekerja di KPK tersebut. Sebanyak 20 orang yang lolos ke tes kesehatan pada 26 Agustus 2019 dan dilanjutkan uji publik pada 27-29 Agustus 2019. Ada dua orang yang pernah bekerja di KPK yaitu mantan Deputi Penindakan KPK saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan Firli Bahuri dan mantan Plt Direktur Penuntutan KPK yang saat ini menjadi Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Supardi.

KPK telah menyampaikan data rekam jejak para capim kepada pansel. Data rekam jejak itu diolah berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat. Kemudian telah dicek ke lapangan oleh tim KPK didukung dengan data penanganan perkara di KPK, hingga pelaporan LHKPN dan gratifikasi.

KPK telah menyampaikan dan memaparkan data tersebut pada pansel pada 23 Agustus 2019. Sebanyak 20 nama yang lolos hasil tes "profile assessment" tersebut, menurut KPK terdapat sejumlah calon yang teridentifikasi memiliki catatan seperti tidak patuh dalam pelaporan LHKPN, diduga menerima gratifikasi, diduga melakukan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK dan melakukan pelanggaran etik saat bekerja di KPK

Terkait pelaporan LHKPN, dari 20 orang capim yang lolos ada 18 orang yang pernah melaporkan LHKPN sejak menjadi penyelenggara negara, sedangkan 2 orang bukan pihak yang wajib melaporkan LHKPN karena berprofesi sebagai dosen. Kepatuhan pelaporan periodik 2018 yang wajib dilaporkan dalam rentang waktu 1 Januari-31 Maret 2019 hanya 9 orang yang lapor tepat waktu. Mereka yaitu merupakan pegawai dari unsur KPK, Polri, Kejaksaan, BPK, mantan LPSK, Dekan dan Kementerian Keuangan

Lima orang yang terlambat melaporkan merupakan pegawai dari unsur Polri, Kejaksaan, Sekretariat Kabinet dan tidak pernah melaporkan yakni sebanyak dua orang yang merupakan pegawai dari unsur Polri dan karyawan BUMN.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement