REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak ingin agar Ustaz Abdul Somad (UAS) sebaiknya minta maaf terkait video viral ceramahnya. Namun dalam pernyataannya di Majelis Ulama Indonesia (MUI), UAS tidak mengungkapkan perminta maaf karena ceramah yang disampaikannya dianggap memiliki hujah dalam rangka menjaga aqidah atau tauhid.
Ketua Eksekutif Nasional Badan Hukum Perkumpulan Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (BHP Kshumi), Chandra Purna Irawan mengatakan bahwa dirinya senada dengan UAS yang tidak meminta maaf. Menurutnya, permintaan maaf dapat dinilai dan mengkonfirmasi bahwa apa yang disampaikan UAS adalah perbuatan pidana.
"Permintaan maaf dapat dinilai bentuk pengakuan, sedangkan pengakuan adalah salah satu alat bukti, sehingga hal ini berpotensi memunculkan opini permintaan maaf diterima tetapi proses hukum berlanjut," kata Chandra kepada Republika, Ahad (25/8).
Ia menjelaskan, secara hukum permintaan maaf tidak dapat membatalkan proses hukum. Kecuali pada delik aduan yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Sementara UAS dilaporkan bukan atas delik aduan melainkan delik biasa.
Ia menegaskan, tidak ada kewajiban hukum untuk meminta maaf. Sebab ceramah UAS adalah konsumsi privat pada kajian rutin, untuk kalangan umat Islam, dan bukan menjadi tema sentral melainkan hanya menjawab pertanyaan dari peserta.
"Sedangkan dari sisi hukum bahwa ceramah UAS bukan merupakan tindak pidana karena menyampaikan materi ceramah memiliki dasar atau hujjah, obyektif, zakelijk dan ilmiah atau memiliki dasar pijakan agama," ujarnya.
Chandra menegaskan, siapapun yang melakukan stigmatisasi kepada UAS termasuk melakukan pencemaran nama baik. Maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Pasal 27 Ayat 3 UU 19 Tahun 2016. Serta pasal atau norma yang lain yang disesuaikan dengan tindakannya.