Senin 26 Aug 2019 08:05 WIB

62 Meninggal Dunia Akibat Banjir Bandang di Sudan

Intensitas hujan yang tinggi pemicu banjir bandang di Sudan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Nashih Nashrullah
Banjir Bandang (ilustrasi)
Foto: Reuters/Mohamed Alhwaity
Banjir Bandang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM — Anomali cuaca membawa dampak buruk di Sudan. Sampai Ahad (25/8) waktu setempat, sedikitnya 62 orang meninggal dunia, dan 98 lainnya cedera lantaran banjir bandang lantaran intensitas hujan yang meninggi. Kondisi tersebut, pun memicu gelombang pengungsian di Ibu Kota Khortoum.  

Al-Arabiyah melaporkan, hujan deras di Sudan tak berhenti sejak Juli lalu. Kondisi cuaca dan musim itu kebalikan dari sejumlah negara-negara di kawasan Afrika lainnya yang mengalami kemarau panjang. Intensitas hujan di Sudan, merata ke 15 provinsi negara itu. Akibatnya, sdikitnya 200 ribu orang terancam kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan.

Baca Juga

“Daerah yang paling buruk terkena dampak adalah negara bagian White Nile,” begitu diberitakan kantor berita al-Arabiyah, Senin (26/8). White Nile merupakan kawasan lintasan Sungai Nil di sebelah selatan Sudan yang juga menjadi wilayah berbatasan dengan Sudan Selatan. Di kawasan tersebut, juga dikatakan tak kurang dari 37 ribu rumah tinggal, hancur diterjang banjir bandang.

Masih menurut al-Arabiyah, situasi di Sudan kini pun mulai mendapat respons dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). PBB merencanakan untuk mengalokasi anggaran darurat kemanusian di Sudan senilai 150 juta dolar untuk penanganan korban banjir bandang. Namun dikatakan, dana tersebut diluar dari estimasi donor internasional untuk merehabilitasi penghidupan para korban banjir bandang.  

PBB mengatakan, anomali cuaca di Sudan ini belum berakhir. Musim hujan yang turun sejak Juli lalu, diperkirakan akan awet sampai Oktober. “Kelompok-kelompok kemanusian sangat memprihatinkan dan kemungkinan banjir bandang yang terjadi sepanjang musim hujan yang diperkirakan akan belangsung hingga Oktober,” begitu laporan al-Arabiyah.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement