Senin 26 Aug 2019 08:56 WIB

Menteri PPPA Dukung Vonis Kebiri Kimia di Ponorogo

Vonis kebiri kimia PN Ponorogo adalah yang pertama di Indonesia.

Rep: Antara/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise.

REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mendukung vonis Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan hukuman tambahan pidana kebiri kimia terhadap Aris (20). Aris adalah terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap sembilan anak sejak 2015.

"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak menoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Pasuruan, Senin (26/8).

Baca Juga

Yohana memuji putusan hakim Pengadilan Negeri Mojokerto atas pemberlakuan hukum pidana tanbahan berupa pidana kebiri kepada Aris. Menurut dia, instrumen hukum untuk melindungi dan memberikan keadilan bagi korban anak dalam kasus kekerasan seksual sudah seharusnya digunakan aparat penegak hukum.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto menjadi yang pertama di Indonesia menerapkan pemberatan hukuman dengan pidana kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. Menurut Yohana, hal itu merupakan sebuah langkah maju yang diharapkan mampu memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.

“Itu adalah hukuman tambahan yang diberlakukan setelah hukuman pokok dilaksanakan. Sehingga efek dari hukuman tambahan akan bisa kita lihat setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokok," kata Yohana.

Yohana mengatakan Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa. Maka diperlukan pemberatan hukuman melalui pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 81 Ayat (6) dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement