REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan beberapa strategi menekan laju impor bahan bakar minyak (BBM) dan memperbaiki neraca perdagangan. Salah satunya dengan memaksimalkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
"Ada empat cara menekan laju impor BBM, yaitu kendaraan listrik, menggunakan transportasi umum, pengenaan pajak yang tinggi untuk kendaraan CC besar, menggunakan renewable energy," ungkap Menteri ESDM Ignasius Jonandalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (26/8).
Langkah-langkah tersebut diyakini Jonan akan mampu menghemat devisa negara, utamanya saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ikut bergejolak.
Khusus pemanfaatan EBT, Jonan menjelaskansaat ini pemerintah sudah menerapkan kebijakan penggunaan campuran biodiesel ke dalam BBM jenis solar sebesar 20 persen atau yang dikenal dengan sebutan B-20. "Sejak 2018 sudah diterapkan B-20 tapi hanya untuk yang subsidi, tapi akhirnya diterapkan semua. Sekarang diterapkan lagi secara penuh, sebesar 20 persen dari total minyak solar yang dipakai baik subsidi maupun tidak dengan kadar CN yang di bawah 50," ungkap Jonan.
Jonan menegaskan strategi ini dinilai cukup efektif dalam mengurangi jumlah impor BBM mengingat masih tingginya jumlah konsumsi solar di Indonesia. "Ini ampuh karena konsumsi solar kita di bawah CN 50 itu kurang lebih 30 juta kilo liter (kl) atau 30 miliar liter setahun. Kalau dicampur 20 persen berarti kita menghemat sekitar 6 juta kl per tahun," paparnya.
Melihat keberhasilan ini, pemerintah akan meningkatkan penggunaan biodiesel menjadi B30 pada tahun 2020 yang diperkirakan akan menghemat sekitar 1,5 - 1,7 miliar dolar AS per tahun dengan menyesuaikan harga minyak. "Tahun depan, Presiden sudah minta. Kita (Kementerian ESDM) sudah siapkan B30," jelas Jonan.
Menurut Jonan, penerapan kebijakan ini seyogyanya juga diikuti penyesuaian yang dilakukan di industri otomotif. "Industri otomotif harus adjust untuk filter mesin atau lainnya," ungkapnya.
Tingginya harga biodiesel, kata Jonan, masih menjadi tantangan. Namun, ia meyakini transisi peralihan ini akan berjalan seiring penyesuaian harga biodiesel.
"Tantangannya adalah harga. kalau kelapa sawit diubah 100 persen ke biodiesel harganya sekitar 1 dolar AS (setara Rp 14.000) atau 1 Euro (setara Rp 16.000) per liter," urainya.
Di penghujung diskusi, Pemerintah menegaskan komitmen ketersedian energi dengan harga terjangku bagi semua lapisan masyarakat Indonesia. "Dua hal ini akan tercapai jika kita cepat mengentaskan kemiskinan," kata Jonan.