REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Astra International Tbk (Astra) mengupayakan keseimbangan bisnis pada paruh pertama 2019. Sektor otomotif yang menyumbang porsi terbesar mengalami penurunan performa.
Penjualan otomotif roda empat mengalami penurunan hingga enam persen. Sementara roda dua naik delapan persen. Pendapatan bersih Grup Astra menurun enam persen dari Rp 10,3 triliun menjadi Rp 9,8 triliun.
Presiden Direktur Astra, Prijono Sugiarto menyampaikan Astra melihat prospek jangka panjang. Strategi jangka pendek saat ini hanya menargetkan untuk jadi produsen dengan biaya terendah.
Penjualan mobil menurun jadi 253 ribu unit meski pangsa pasar naik dari 48 persen jadi 53 persen di semester pertama 2019. Secara keseluruhan di pasar, penjualan otomotif menurun hingga 13 persen menjadi 482 ribu unit, menurut data Gaikindo.
"Meski pangsa pasar naik, tidak menolong," kata dia dalam konferensi pers pasca Public Expose di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (26/8).
Selain itu, divisi Agribisnis juga mengalami mengalami penurunan karena harga minyak kelapa sawit yang merosot. Prijono mengatakan peningkatan pendapatan dikontribusi oleh layanan finansial, infrastruktur khususnya jalan tol, juga tambang emas yang baru saja diakuisisi.
Pendapatan dari layanan finansial naik 32 persen menjadi Rp 2,8 triliun. Ini dikontribusi oleh Bank Permata dengan pendapatan bersih Rp 711 miliar, naik dari Rp 289 miliar pada 2018. Prijono menyampaikan Bank Permata masih akan diperbaiki kinerjanya.
"Semua perusahaan yang ada di Astra kami akan perbaiki, saya tidak bilang tidak akan dilepas atau dilepas, yang paling penting harus diperbaiki," katanya.
Ia juga menyampaikan rasio kredit bermasalah sudah membaik jadi 3,6 persen dari 4,4 persen pada akhir 2018. Selain itu Asuransi Astra Buana mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 9 persen menjadi Rp 540 miliar.
Di divisi tambang, Prijono mengatakan sangat tertarik untuk menambah tambang emas meski pencariannya cukup sulit. Proses ini dilakukan oleh PT United Tractors Tbk (UT) yang dimiliki 59,5 persen sahamnya oleh Astra.
UT melaporkan peningkatan pendapatan sebesar dua persen menjadi Rp 5,6 persen. Tambang emas berkontribusi hingga delapan persen dari total pendapatan. Produksi emas hingga paruh pertama 2019 yakni 230 ribu ons.
Presiden Direktur UT, Frans Kesuma menyampaikan tahun ini perseroan menargetkan produksi emas hingga 400 ribu ons. Menurutnya, meski harga emas sedang naik, tidak ada target untuk meningkatkan produksi.
"Karena produksi emas itu dibatasi oleh kapasitas di tambang juga proses di sana, berbeda dengan batu bara," kata dia pada kesempatan yang berbeda.
Frans menyambut permintaan dari Astra untuk kembali mencari tambang emas. Tambang yang saat ini ada pun sudah melalui pencarian panjang hingga beberapa tahun.
Menurutnya, banyak faktor yang harus diperhatikan untuk melamar tambang emas. Misalnya ketersediaan cadangan emas di dalamnya, lisensi, lokasi, ukuran tambang, dan lain-lainnya.
Banyak hal yang dihindari saat mencari tambang emas yang sesuai. Seperti tambang dengan cadangan sedikit, tambang kecil, berada di daerah hutan lindung atau sosial, juga kerelaan pemilik untuk menjualnya.
"Yang kita evaluasi itu sudah banyak, tapi biasanya dari 10 tambang itu tidak ada yang berlanjut," kata dia.
Pertambangan emas dijalankan oleh PT Agincourt Resources di Martabe, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sampai Juli 2019, total penjualan Martabe Gold Mine sebanyak 230 ribu ons, sedangkan pendapatan bersih unit usaha pertambangan emas sampai Juni 2019 yakni sebesar Rp 3,6 triliun.