REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang meminta Komisi III untuk terlebih dahulu merampungkan RUU KUHP, khususnya pasal tentang pencabulan, perzinahan, dan pemidanaan perkosaan. Tiga pasal itu adalah pasal induk terkait pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual.
Marwan menjelaskan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menginduk pada pasal-pasal RKUHP. Sehingga, pihaknya lebih memilih untuk menunggu RUU KUHP agar tak ada kesalahan nantinya. "Kami tidak mungkin membuat ini kalau induknya selesai, nanti semua yang kita putuskan akan bubar, sekalipun ini UU lex specialis tapi tidak boleh bertentangan dengan UU pidananya," ujar Marwan di Komplek Parlemen RI, Jakarta, Senin (26/8).
Ketua Panitia Kerja (Panja) menjelaskan, Komisi VIII akan menyesuaikan tiga pasal induk tersebut dengan RKUHP. Sedangkan enam pasal lainnya yang tak terkait KUHP hanya pelengkap dari tiga pasal induk.
Keenam pasal itu di antaranya pelecehan seksual, eksplotasi seksual, pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan aborsi. Serta pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.
"Lex specialis ada induknya, sekalipun lex specialis ada cantolan induknya. Kita juga ada, tapi sekarang induknya ini lagi diutak-atik oleh mereka. Kecuali tidak lagi diutak-atik," ujar Marwan.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis menyampaikan, banyak anggota komisi tersebut yang ingin mengganti nama Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sebab, istilah "kekerasan seksual" cenderung multitafsir, sehingga bila nantinya menjadi undang-undang berpotensi memunculkan pasal karet.
Karena itu, lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, istilah kekerasan diusulkan diganti menjadi kejahatan. "Kesimpulan terakhir teman-teman (komisi VIII) ingin ada perubahan dari segi judul. Yang diusulkan kekerasan seksual, tapi teman-teman mengusulkan menjadi kejahatan seksual," ujar Iskan.