Selasa 27 Aug 2019 12:26 WIB

IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri Kimia

IDI beralasan tindakan kebiri kimia tidak termasuk pelayanan medis.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea Selatan, Rusia, dan Polandia.
Foto: Torange
Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea Selatan, Rusia, dan Polandia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia pada tersangka kejahatan seksual. Alasannya, kebiri kimia pada terdakwa bukan bentuk pelayanan medis, bahkan berpotensi terjadi konflik norma.

Ketua Umum PB IDI, Daeng M Faqih, mengatakan sikap IDI sudah jelas di diskusi dengan pemangku kepentingan terkait saat membahas Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang (UU) dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), hingga Komisi IX tiga tahun lalu.

Baca Juga

"Saat itu kami mempersilakan kalau mau ada hukuman kebiri kimia, apalagi sudah jadi hukum positif. Tetapi kami minta jangan menunjuk tenaga medis atau tenaga kesehatan sebagai eksekutor," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (27/8).

Ia menyebutkan, IDI punya alasan yaitu pertama, kebiri kimia bukan pelayanan medis melainkan hukuman. Jadi, ia menegaskan ini bukan ranah tenaga medis atau kesehatan.