REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyebutkan pemblokiran internet di Papua merampas kebebasan berekspresi. Menurut dia, pemblokiran saat ini tidak tepat.
"Pemblokiran akses internet di Papua memang harus dicabut. Khususnya untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi," ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Selasa (27/8).
Aktivis 98 itu juga memaparkan, pemblokiran internet tidak menjadikannya sebagai jaminan pelaksanaan HAM di Papua. Sebaliknya, hak tersebut akan membatasi HAM dan tidak memberikan jawaban sama sekali.
"Intinya segera tangkap dan adili pelaku pelanggaran HAM terhadap orang Papua, sebelum segalanya menjadi terlalu terlambat untuk bisa dikendalikan," kata dia.
Saat ini, dia mengatakan, bukan waktunya untuk melakukan pemblokiran internet. Sebab, tuntutan keadilan atas perlakuan rasisme di Surabaya dan Malang lebih mendesak.
Dia mengatakan, pemblokiran yang dilakukan juga berpotensi untuk mencegah masyarakat Papua mendokumentasikan atau membagikan bukti pelanggaran yang dilakukan. Dia memaparkan, saat seperti ini seharusnya aparat dan pemerintah melakukan investigasi terkait tindakan rasis tersebut.
"Hoaks itu asap. Apinya itu rasisme di Surabaya dan Malang yang tidak ditangani dengan tegas," Kata dia.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia memblokir jaringan internet di Papua dan Papua Barat sejak Rabu (21/8). Hal tersebut dilakukan pemerintah dengan dalih untuk percepatan proses pemulihan situasi di wilayah tersebut selain menghindari berita bohong (hoaks).