Selasa 27 Aug 2019 18:07 WIB

Amnesty: Pemblokiran Rampas Kemerdekaan Berekspresi di Papua

Amnesty menyatakan pemblokiran akses internet di Papua memang harus dicabut.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ratna Puspita
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyebutkan pemblokiran internet di Papua merampas kebebasan berekspresi. Menurut dia, pemblokiran saat ini tidak tepat.

"Pemblokiran akses internet di Papua memang harus dicabut. Khususnya untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi," ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Selasa (27/8). 

Baca Juga

Aktivis 98 itu juga memaparkan, pemblokiran internet tidak menjadikannya sebagai jaminan pelaksanaan HAM di Papua. Sebaliknya, hak tersebut akan membatasi HAM dan tidak memberikan jawaban sama sekali. 

"Intinya segera tangkap dan adili pelaku pelanggaran HAM terhadap orang Papua, sebelum segalanya menjadi terlalu terlambat untuk bisa dikendalikan," kata dia. 

Saat ini, dia mengatakan, bukan waktunya untuk melakukan pemblokiran internet. Sebab, tuntutan keadilan atas perlakuan rasisme di Surabaya dan Malang lebih mendesak. 

Dia mengatakan, pemblokiran yang dilakukan juga berpotensi untuk mencegah masyarakat Papua mendokumentasikan atau membagikan bukti pelanggaran yang dilakukan. Dia memaparkan, saat seperti ini seharusnya aparat dan pemerintah melakukan investigasi terkait tindakan rasis tersebut. 

"Hoaks itu asap. Apinya itu rasisme di Surabaya dan Malang yang tidak ditangani dengan tegas," Kata dia. 

Pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia memblokir jaringan internet di Papua dan Papua Barat sejak Rabu (21/8). Hal tersebut dilakukan pemerintah dengan dalih untuk percepatan proses pemulihan situasi di wilayah tersebut selain menghindari berita bohong (hoaks). 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement