REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menegaskan Indonesia tidak boleh menjadi tempat sampah negara maju. Hal tersebut merespons meningkatnya impor limbah dan sampah.
Siti mengatakan hal ini bukan berarti Indonesia tidak mau impor scrap plastik atau scrap kertas. Persoalannya, ia menerangkan, scrap plastik dan scrap kertas ini ditumpangi oleh sampah dan limbah.
"Macam-macam sampahnya, ada bekas infus, ada bekas pampers, ada bekas ampul suntik obat, hingga aki bekas," kata Siti yang ditemui usai menghadiri rapat terbatas bertopik "Impor Sampah dan Limbah" di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa.
Menurut catatan Kementerian LHK, sampah dan limbah itu datang dari negara-negara, antara lain Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, dan Hong Kong. Siti menjelaskan pemerintah telah memulangkan kembali 400 kontainer berisi sampah dan limbah.
Dia mengungkap masih ada 1.262 hingga 1.380 kontainer berisi sampah yang harus diperiksa yang berpotensi mengandung limbah. Jika kontainer tersebut terkontaminasi limbah berbahaya dan beracun maka akan dikembalikan.
Presiden Joko Widodo, jelas Siti, mengarahkan tidak ada toleransi atas masalah sampah dan limbah B3 yang mengontaminasi impor kertas dan plastik bekas. "Arahan teknisnya adalah seperti memperbaiki sistem pemeriksaannya, sistem surveinya di negara asal dan di sumbernya, jangan di pelabuhan. Kemudian juga didorong untuk pemanfaatan bahan baku dalam negeri," ucap Siti.
Sebelumnya saat sambutan dalam rapat terbatas, Presiden meminta pemerintah harus bersikap hati-hati atas tren peningkatan impor sampah dan limbah. Menurut Presiden, kendati serat kertas dan sampah plastik impor dibutuhkan oleh industri, tetapi banyak limbah dan sampah yang terkontaminasi limbah B3 dan berpotensi merusak lingkungan.