REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, dari 615 rumah sakit (RS) mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang direkomendasikan turun kelas dan hingga akhir masa sanggah, sebanyak 109 RS tidak mengajukan keberatan. Sisanya sebanyak 85 RS mengajukan protes.
Nila mengatakan, menindaklanjuti rekomendasi audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa sebanyak 615 RS mitra BPJS Kesehatan tidak sesuai kelasnya maka pihaknya me-review RS tersebut. "Kemudian Kemenkes merekomendasikan 615 RS mitra BPJS Kesehatan turun kelas," ujarnya dalam rapat di Kompleks Parlemen DPR, di Jakarta, Selasa (27/8).
Kendati demikian, Nila menyebut RS yang direkomendasikan turun kelas ini bisa mengajukan protes selama masa sanggah hingga 12 Agustus 2019 lalu. Setelah masa sanggah usai, Nila menyebut sebanyak 109 RS tidak mengajukan keberatan dan yang mengajukan protes 85 RS.
Kendati demikian, Nila menyebut 109 RS ini tidak langsung turun kelas dan bisa putus kerja sama. Pihaknya mengaku akan bertanya pada RS-RS yang turun kelas ini untuk membenahi kriteria-kriteria seperti pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit.
Kemudian untuk prasarana, dia menyebut, penilaian didasari oleh ketersediaan sumber listrik, sumber air, pengolahan limbah, sentral gas medik dan vakum medis, penanggulangan bahaya kebakaran (APAR, hidran), sistem komunikasi (SST, PABX, jaringan internet), boiler, lift, dan ambulans (transport, gawat darurat, dan kereta jenazah). Penilaian juga didasarkan alat kesehatan yakni ketersediaan jenis alat kesehatan untuk setiap ruangan pelayanan sesuai.
"Kami akan bertanya ke mereka (RS mitra BPJS Kesehatan turun kelas) apakah masih mau bekerja sama kembali dengan BPJS Kesehatan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengakui, meski temuan audit BPKP menyebutkan sebanyak 615 RS yang tidak sesuai kelasnya, pihaknya sudah tanda tangan kontrak RS mitra sebelum turun kelas. Ia mencontohkan perjanjian kontrak menyebutkan RS kelas B tetapi audit BPKP menyebutkan RS ini seharusnya di kelas C.
Padahal, Fachmi menyebut pemberian klaim dan kapitasi berbeda-beda berdasarkan kelas RS. Jadi, ia menyebut ada selisih klaim pelayanan kesehatan RS yang turun kelas. "Kalau memang RS ini pada akhirnya turun kelas maka kami minta selisih klaim pelayanan kesehatannya," ujarnya.