Rabu 28 Aug 2019 07:52 WIB

Perusahaan Inggris Ingin Rekrut Lebih Banyak Karyawan

Minimnya tenaga terampil membayangi perusahaan sektor publik Inggris.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolanda
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan 'Leave means leave' di Patung Winston Churchill di London, Jumat (29/3). Demonstran pro Brexit melakukan aksi usai keputusan Uni Eropa yang menunda eksekusi Brexit.
Foto: AP Photo/ Kirsty Wigglesworth
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan 'Leave means leave' di Patung Winston Churchill di London, Jumat (29/3). Demonstran pro Brexit melakukan aksi usai keputusan Uni Eropa yang menunda eksekusi Brexit.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perusahaan dan pengusaha Inggris berencana merekrut staf lebih banyak lagi. Tapi di satu sisi mereka juga pesimistis dengan perekonomian Inggris menjelang Brexit. 

Hal ini terungkap dalam jajak pendapat yang dirilis pada Rabu (27/8) kemarin. Belum ada tanda-tanda pelemahan dalam pasar lapangan kerja Inggris yang cukup kuat. Tapi Konfederasi Rekrutmen dan Ketenagakerjaan (REC) Inggris yang menggelar jajak pendapat ini mengatakan kekurangan tenaga terampil masih membayangi terutama di sektor publik. 

Rencana pemerintah untuk membatasi pekerja dari Uni Eropa setelah Brexit juga membuat hal ini semakin buruk lagi. Jajak pendapat REC menunjukan dalam jangka waktu pendek dan menengah keinginan perusahaan dan pengusaha untuk menambah staf permanen meningkat.  

Para ekonom sedang mengawasi tanda-tanda perusahaan dan pengusaha yang mungkin akan berhenti membuka lowongan kerja karena tenggat waktu Brexit pada 31 Oktober semakin dekat. Rendahnya angka pengangguran dititik terendah sejak pertengahan 1970-an membantu performa perekonomian Inggris.

Ini membantah ekspektasi para analis sejak tiga tahun yang lalu ketika referendum Brexit dilakukan. REC mengatakan walaupun rencana merekrutan cukup kuat tapi 46 persen perusahaan khawatir mereka tidak dapat menemukan calon karyawan yang tepat. Terutama, perusahaan yang mencari pekerja yang memiliki keterampilan perawatan sosial dan kesehatan.

"Pekerja Uni Eropa berintergrasi dalam sistem perawatan sosial dan kesehatan dan alur kerja Inggris secara keseluruhan," kata direktur kebijakan dan kampanye REC Tom Hadley, Rabu (28/8).  

Di sektor publik sebanyak 45 persen perusahaan mengatakan mereka tidak memiliki tenaga kerja cadangan. Karena itu mereka harus segera merekrut staf baru. 

"Sangat penting bagi pemerintah melakukan transisi yang masuk akal menuju kebijakan imigrasi yang berbasis bukti untuk membantu menyakinkan pengusaha atau perusahaan dan warga Uni Eropa," kata Hadley. 

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan paska Brexit ia berencana memperkenalkan 'sistem imigrasi baru yang lebih adil'. Sistem yang akan memprioritaskan keterampilan dibandingkan melihat apakah calon karyawan seorang imigran atau warga Uni Eropa. 

REC mengatakan jajak pendapat ini melibat 609 pengusaha atau perusahaan. Jajak pendapat dilakukan dari 7 Mei sampai 25 Juli.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement