Rabu 28 Aug 2019 09:48 WIB

Ekonom: Pemindahan Ibu Kota Berdampak ke Ekonomi Makro

Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi bergantung pada tahap perencanaan ibu kota.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Pindah Ibu Kota ke Kalimantan.
Foto: republika
Pindah Ibu Kota ke Kalimantan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendi Manilet mengatakan, pemindahan ibu kota tentu akan memberikan dampak terhadap makro ekonomi. Salah satunya, efek berlanjut (multiplier effect) dari investasi yang terjadi di ibu kota baru, Kalimantan Timur.

Efek ini didapatkan dari tahapan pembangunan hingga pemanfaatan proyek. Tapi, dampak tersebut baru dapat terjadi dengan satu syarat, yakni pemenuhan kualitas sumber daya manusia (SDM). "SDM untuk mendukung proyek itu sendiri sudah siap," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/8).

Yusuf menuturkan, catatan penting perlu diperhatikan dari SDM pemanfaatan proyek, di mana sebaran tenaga kerja  konstruksi saat ini masih didominasi di pulau Jawa dengan angka presentasi 56 persen. Sisanya 47 persen diluar Jawa dan Kalimantan sendiri sebaran tenaga kerja konstruksinya hanya delapan persen terhadap total.

Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah. Yusuf menekankan, apabila seandainya pembangunan di ibu kota baru hanya sedikit terhadap penyerapan tenaga kerja lokal, pemerintah harus ‘impor’ tenaga kerja dari luar daerah.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap multiplier effect adalah produksi sebaran material dan peralatan konstruksi. Di Kalimantan, alat pendukung konstruksi yang saat ini telah tersedia yaitu alat berat. Sedangkan, bahan baku seperti semen, beton pracetak, baja konstruksi, dan baja ringan belum tersedia.

Yusuf mengatakan, kekurangan bahan baku di Kalimantan ini menuntut pemerintah dan industri untuk mengimpornya dari Jawa yang surplus bahan pendukung. "Dengan biaya yang lebih tinggi, sedikit banyak nantinya akan mempengaruhi inflasi," ucapnya.

Selain efek investasi, Yusuf menambahkan, pemindahan ibu kota akan berpengaruh terhadap inflasi. Hanya saja, karena proyek ini dilakukan secara bertahap sampai dengan 2024, maka dampak inflasi nantinya tidak akan terlalu signifikan terasa.

Sementara itu, untuk dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan sangat tergantung pada tahapan perencanaan. Apabila dilakukan secara matang dan inklusif, Yusuf menuturkan, efek ke pertumbuhan ekonomi mungkin bisa terjadi dalam kurun waktu lima tahun.

Tapi, apabila melihat contoh negara-negara lain seperti Brasil yang memindahkan ibukotanya, efek ke pertumbuhan ekonomi baru terasa lebih lama dari itu. "Sekitar setelah 10 tahun lebih semenjak pemindahan ibu kota," tutur Yusuf.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan rencana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Hal ini disampaikannya di Istana Negara, jakarta, Senin (26/8).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement