REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Langkah Jepang menurunkan status Korea Selatan (Korsel) sebagai mitra dagang mereka mulai berlaku hari ini, Rabu (28/9) ini. Pabrik-pabrik Jepang harus mengajukan surat persetujuan untuk setiap kontrak yang berkaitan dengan teknologi yang diekspor ke Korsel.
Sementara untuk ekspor ke mitra dagang Jepang lainnya dapat dilakukan proses yang lebih sederhana. Sejak Jepang mengumumkan keputusan ini dua bulan yang lalu, Korsel pun membalasnya dengan langkah yang sama.
Mereka menurunkan status Jepang sebagai mitra dagang mereka. Langkah Korsel ini baru akan berlaku pada bulan depan.
Korsel juga membatalkan kerja sama intelijen militer dengan Jepang. Korsel menuduh Jepang menjadikan perjanjian perdagangan sebagai senjata dalam perselisihan mereka dalam isu masa kolonial Jepang di Semananjung Korea dari 1910 sampai 1945.
Jepang membantah keputusan ini sebagai langkah balasan. Mereka bersikeras isu kompensasi masa perang sudah diselesaikan.
"Ini peninjauan agar pemeriksaan ekspor dilakukan dengan tepat, dan tidak termotivasi dengan maksud mempengaruhi hubungan dengan Korsel, apalagi melakukan pembalasan," kata Menteri Industri, Ekonomi, dan Perdagangan Jepang, Hiroshige Seko, Rabu (28/8).
Seko menegaskan posisi Jepang atas keputusan ini berdasarkan keprihatinan tentang apa yang dapat digunakan untuk keperluan militer. Jepang tidak pernah menjelaskan detail isu keamanan ini atau bagaimana kekhawatiran itu muncul.
Ia juga mengencam keputusan Seoul menarik diri dari kesepakatan intelijen militer yang disebut sebagai General Security of Military Information Agreement (GSOMIA). Menurutnya, keputusan perdagangan tidak berkaitan langsung dengan kerja sama militer.
Kerja sama intelijen itu masih berlaku sampai November. Dalam kesepakatan itu Jepang dan Korsel berbagi informasi tentang peluncuran rudal Korea Utara.