Rabu 28 Aug 2019 17:36 WIB

Ajukan PK Setnov Bantah Terima 7,3 Juta Dolar AS

Novanto mengharapkan majelis hakim dapat memutus bebas perkara yang menjeratnya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (kiri) didampingi penasihat hukumnya Maqdir Ismail menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (kiri) didampingi penasihat hukumnya Maqdir Ismail menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) ke M‎ahkamah Agung (MA) terkait putusan perkara korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik. Sidang perdana PK Novanto akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8). Novanto mengharapkan majelis hakim dapat memutus bebas terkait perkara yang menjeratnya.

"Pokoknya yang terpenting, harapannya (diputus bebas, Red) kita serahkan kepada yang mulia," tegas Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8).

Baca Juga

Kuasa Hukum Novanto, Maqdir Ismail menuturkan, salah satu alasan permohonan PK karena adanya kekhilafan dalam putusan 15 tahun penjara terhadap kliennya. Menurut Maqdir, Novanto tidak pernah menerima uang sebesar 7,3 juta dolar AS dari Anang Sugiana Sudiharjo selaku Dirut PT Quadra Solution melalui perantara Made Oka Masagung.

"Pokok dari novum ini kan seolah-olah dikatakan bahwa ada sejumlah uang yang diterima dari pak Anang diserahkan kepada pak Made Oka Masagung. Padahal ada transaksi pengembalian uang seperti dikemukakan oleh Made Oka Masagung di persidangan," ujar Maqdir.

Selain itu, menurutnya terdapat kesalahan dari putusan majelis hakim yang menerapkan pasal terkait suap. Padahal, penerimaan uang tersebut seharusnya dijerat dengan pasal gratifikasi. "Seharusnya bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, ada pasal sendiri menerima hadiah atau janji (gratifikasi)," ucap Maqdir.

Dalam petitum yang dibacakan di hadapan majelis hakim dan Jaksa KPK, Novanto melalui tim kuasa hukumnya mengharapkan agar majelis hakim dapat mengabulkan permohonan PK.

"Membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat nomor 130/pidsus/tpk 2017 PN Jakarta Pusat, mengadili menyatakan pemohon PK terpidana Setya Novanto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan sebagaimana yang didakwakan JPU. Serta memulihkan hak-hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan hak-hak serta martabatnya," tegas Maqdir.

Dalam perkara korupsi KTP-el, Novanto telah divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan ‎membayar denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan di tingkat pertama. Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar Amerika Serikat yang apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Bila hartanya tidak mencukupi uang pengganti tersebut maka akan diganti pidana dua tahun penjara.

Atas putusan tersebut, Novanto dan Jaksa KPK tidak mengajukan banding‎. Namun, berdasarkan aturan PK, Novanto diperbolehkan untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yakni PK walaupun tidak mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement