REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengukuhkan 117 pengurus FKUB DKI Jakarta di Gedung Balai Kota Jakarta, Rabu (28/8). Kepengurusan FKUB masa jabatan 2019-2024 berada di bawah kepemimpinan Prof Dede Rosyada, yang juga mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Anies mengungkapkan keunikan Jakarta secara khusus, maupun Indonesia secara umum bukan sekadar keberagamannya, melainkan ikhtiar bersama mewujudkan persatuan. Anies pun kemudian menyampaikan tantangan masa depan yang tidak akan terasa berat apabila dilakukan bersama-sama secara kolaboratif, yaitu kecepatan informasi yang ditopang media dan teknologi.
Anies menjelaskan, sebuah peristiwa insidental yang mengganggu kerukunan umat beragama, bisa meluas menjadi peristiwa yang massal. Di masa lalu, peristiwa-peristiwa itu terisolasi menjadi peristiwa lokal.
Namun dewasa ini, peristiwa yang amat lokal dengan mudah dapat bergaung menjadi peristiwa yang global. Semua ini karena cepatnya arus komunikasi dan media sosial, yang justru juga mempertajam gesekan interaksi antarumat beragama.
“Karena itu, kita harus membangun bagaimana komunikasi interaksi menghasilkan kepercayaan. Bila ada saling percaya atau trust, maka insya Allah situasi yang sekarang kita hadapi terkait dengan keterbukaan dan kecepatan informasi itu bisa terjaga," terang Anies.
Ketua FKUB DKI Jakarta, Dede Rosyada, mengakui konteks toleransi saat ini hanya di permukaan yang mengalami gejolak, namun di akar rumput, menurut dia, tidak ada persoalan intoleransi yang sampai mengganggu kerukunan dan kehidupan umat beragama di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta.
Kalau terkait kasus-kasus tertentu, dia menegaskan, kelompok agama di FKUB DKI sudah sepakat ada metodologi yang harus disampaikan ke para pemuka agama di Jakarta, terkait ceramah dan penyampaian nilai agama tanpa harus menyinggung norma agama lain.
Kalaupun ada satu atau dua kasus terjadi, dia menilai hal itu cukup diserahkan ke aparat untuk menibdak, tapi bukan menjadi bagian dari representasi seluruh umat beragam di Jakarta.
"Kalau ada satu dua kasus, kami tidak akan berhenti mendorong ke semua pemuka agama di DKI, baik Islam, Khatolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu untuk bisa saling menghargai unat lain. Kuncinya hanya respect ke agama lain, yang memiliki keyakinan berbeda, ritual berbeda, jangan diganggu dan dihalang-halangi. Itu saja," tegas Dede.
Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) DKI Jakarta yang juga Wakil Sekretaris FKUB DKI, Manuel Raintung, mengatakan kunci kehidupan kerukunan umat beragama jangan hanya jadi slogan, tapi juga dijalankan dengan penuh komitmen bersama. Karena itu semua elemen umat beragama, termasuk FKUB DKI harus memperjuangkan itu, sesuatu yang nyata dan konkret agar kerukunan itu tetap terjaga.
Dia mengakui memang perlu adanya saling pemahaman bersama. Karena itu untuk menjaga pemahaman toleransi di komunitas Kristen, pihaknya secara rutin mengadakan pertemuan dan dialog kerukunan, terutama antar kelompok etnis, agama dan ras. Pemahaman ini dianggap penting agar menghindari sikap dan perilaku yang membuat ketersinggungan antar kelompok di Jakarta.
"Saya rasa kasus kasus keagamaan terkait intoleransi jadi pelajaran. Walaupun di Jakarta saya akui tidak terlalu banyak, karena masyarakatnya sudah cukup berpendidikan, tapi konflik kelompok sosial itu pasti ada. Antar kelompok agamapun ada, tapi tidak menonjol. Maka disitulah peran FKUB agar konflik tersebut bisa diredam tanpa harus menjadi ramai di masyarakat," jelas Manuel.