REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Amerika Serikat (AS) akan merilis rencana perdamaian Timur Tengah setelah pemilihan umum Israel. Langkah itu diumumkan oleh Utusan Gedung Putih untuk Timur Tengah Jason Greenblatt dalam Twitternya.
"Kami telah memutuskan bahwa, kami tidak akan merilis visi perdamaian (atau bagian dari itu) sebelum pemilihan Israel," ujar Greenblatt.
Menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner berada di balik layar dalam penyusunan rencana perdamaian yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina. Pada rapat umum kampanye pada Rabu (28/8), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memperkirakan bahwa rencana perdamaian itu akan dirilis setelah pemilihan umum Israel.
"Sore ini kami mengetahui bahwa kesepakatan abad ini Presiden Trump akan diterbitkan kepada dunia setelah pemilihan. Saya dapat memperkirakan bahwa itu akan terjadi setelah pemilihan," kata Netanyahu.
Netanyahu akan kembali bertarung dalam pemilihan umum ulang yang digelar pada 17 September. Pemilihan umum itu dilakukan karena Netanyahu gagal mengumpulkan koalisi pemerintahan setelah pemilihan umum pada April lalu.
Apabila rencana perdamaian tersebut diumumkan sebelum pemilihan umum, maka diperkirakan dapat mempersulit Netanyahu untuk bersaing ketat dengan Benny Gantz yang merupakan pesaing besarnya. Dalam kampanyenya, Netanyahu kerap menyoroti hubungan dekatnya dengan Presiden Trump. Bahkan kedekatan ini dia lukiskan dalam baliho kampanyenya.
"Siapa yang ingin Anda negosiasikan dengan Presiden Trump mengenai 'kesepakatan abad ini'? Saya di kepala pemerintahan sayap kanan dan Likud, atau Gantz dan (pemimpin bersama Biru dan Putih Yair) Lapid? Itulah pertanyaan dalam pemilihan ini, karena kita akan saling berhadapan, dan punya kekuatan penuh dengan masalah (perdamaian) dalam waktu beberapa minggu," ujar Netanyahu di hadapan peserta rapat.
Pembicaraan damai antara Israel dan Palestina berhenti pada 2014. Palestina berupaya mendirikan sebuah negara di Tepi Barat dan Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Wilayah-wilayah itu diketahu direbut Israel dalam perang 1967. Israel memindahkan pasukan dan pemukim dari Gaza pada 2005 dan masih menduduki Tepi Barat.
Keberpihakan AS kepada Israel terlihat dari sejumlah kebijakan kontroversial yang dicetuskan oleh Presiden Trump, di antaranya adalah pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Selain itu, AS juga mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Palestina menilai, rencana perdamaian yang dibuat AS hanya akan menguntungkan Israel. Para pemimpin Palestina menolak rencana perdamaian tersebut.