Jumat 30 Aug 2019 02:24 WIB

Pelaporan Aktivis Antikorupsi Dinilai Upaya Serangan Balik

Pelaporan pidana dinilai serangan balik atas kritik masyarakat terhadap Capim KPK

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  memberikan keterangan pers terkait seleksi Capim KPK di Kementerian Sekertariat Negara, Kamis (29/8).
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  memberikan keterangan pers terkait seleksi Capim KPK di Kementerian Sekertariat Negara, Kamis (29/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhamad Isnur, mengatakan, pelaporan pidana terhadap pegiat antikorupsi merupakan upaya sistematis pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, laporan pidana itu adalah serangan balik dari kritik yang dilancarkan oleh masyarakat sipil.

"Laporan pidana tersebut merupakan serangan balik dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengamankan panitia seleksi (pansel) dan beberapa calon pimpinan (capim) KPK dari kritik masyarakat sipil," ujar Isnur melalui keterangan persnya, Kamis (29/8).

Baca Juga

Ia mengatakan hal tersebut karena YLBHI, ICW, dan koalisi masyarakat sipil lainnya telah mengawal seleksi pemilihan capim KPK sejak April 2019. Koalisi menemukan, sejak proses penunjukkan pansel dan kemudian proses seleksi capim adalah bagian dari upaya pelemahan sangat serius terhadap KPK.

"Seperti kita ketahui, upaya serangan balik atas gerakan antikorupsi menjadi modus yang senantiasa dilakukan, salah satunya adalah kriminalisasi," jelasnya.

Ia juga mengungkapkan, ada beberapa indikator yang menunjukkan laporan pidana tersebut merupakan suatu bentuk serangan balik untuk pelemahan KPK. Indikator itu, pertama, laporan pidana dilakukan terkait kritik masyarakat sipil terhadap dugaan konflik kepentingan antara pansel dengan beberapa capim KPK.

Indikator berikutnya, laporan pidana baru dilakukan terhadap peristiwa yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Ketiga, laporan pidana tidak jelas dan sangat kabur. Tidak jelas tentang perbuatan apa yang dilaporkan.

"Indikator keempat, yakni laporan pidana tersebut mengada-ada, tidak berdasarkan fakta dan tidak memiliki bukti-bukti yang cukup," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement