Jumat 30 Aug 2019 07:56 WIB

Pemerintah Diminta Selektif Blokir Internet Papua

Pemblokiran internet di Papua seharusnya dilakukan di kawasan rawan saja.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kepolisian berjaga saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).
Foto: Antara/Indrayadi TH
Petugas kepolisian berjaga saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan pemerintah harus bisa memilih daerah yang rawan saja untuk pemblokiran internet di Papua. Pemerintah bisa menggunakan cara lain bekerja sama dengan intelijen untuk menyelesaikan hal tersebut.

"Situasi terkini di Papua Barat memang darurat tetapi bukan berarti semua daerah di Papua internetnya di blokir. Kan bisa di daerah yang rawan saja. Namun, Pemerintah seperti melempar handuk terkait dampaknya, khususnya dari potensi pelanggaran hak-hak konsumen yang telah membeli paket internet dari operator," katanya kepada Republika, Kamis (29/8).

Baca Juga

Kemudian, kata dia, paket internet yang telah dibeli konsumen tidak bisa digunakan secara optimal. Seharusnya, pemerintah bertanggung jawab terhadap hal ini. Telah banyak keluhan dan pengaduan konsumen terkait hal tersebut.

Banyak konsumen menuntut ganti rugi dan melakukan aksi demontrasi ke operator untuk menuntut ganti rugi. Tuntutan masyarakat sebagai konsumen adalah benar yaitu sesuai haknya. Namun, tuntutan tersebut harusnya ditujukan kepada pemerintah dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) bukan kepada operator.

"Pemerintah harus kreatif untuk hal ini. Yang sudah mengadu banyak ke saya salah satunya Telkom. Tolong dipikirkan kembali untuk tindak blokir ini karena rugi bagi konsumen yang sudah membeli atau berlangganan kepada operator terkait akses internet," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement