REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan Sekretaris Daerah Jawa Barat nonaktif Iwa Karniwa selama 20 hari ke depan dalam pemeriksaan perdananya sebagai tersangka. Iwa merupakan tersangka baru dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta.
"IWK ditahan 20 hari di rutan Pomdam Jaya Guntur," kata kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi Jumat (30/8).
KPK, kata Yuyuk, juga mendalami informasi dari masyarakat terkait Iwa selama menjabat sebagai Sekda. KPK juga sedang mendalami informasi lain yang diterima dari masyarakat terkait yang bersangkutan selama menjadi Sekda.
KPK sejauh ini memang sedang menelisik peran-peran dari pihak lain yang ikut menikmati suap Mega Proyek milik Lippo Group tersebut.
Terlebih, berdasarkan temuan-temuan baru dan sejumlah fakta persidangan yang menyatakan terdapat unsur legislator yang ikut bermain dalam proyek ini.
Usai menjalani pemeriksaan, Iwa yang mengenakan rompi tahanan mengatakan akan mendukung proses hukum yang sedang dijalaninya saat ini sebagai tersangka.
"Dan Alhamdulillah tadi udah mendapatkan pemeriksaan secara baik dan profesional oleh penyidik dan saya akan ikuti proses. Mengenai substansi silakan ke penasihat hukum. Terima kasih teman teman," tutur Iwa.
Diketahui, penetapan Iwa sebagai tersangka merupakan hasil dari pengembangan perkara sebelumnya terkait izin pembangunan Meikarta yang berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 14 dan 15 Oktober 2018.
Diduga Iwa meminta duit senilai Rp1 miliar kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili terkait pengurusan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Diketahui, RDTR itu menjadi bagian penting untuk mengurus proyek pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Atas perbuatannya, Iwa diduga melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.