Sabtu 31 Aug 2019 00:05 WIB

Korban Meninggal Akibat Ebola di Kongo 2.000 Orang

Wabah ebola pada 2013-2016 di Afrika Barat memang jauh lebih mematikan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Petugas medis ebola bekerja di pusat kesehatan di Beni, Kongo bagian Timur.
Foto: AP Photo/Al-hadji Kudra Maliro
Petugas medis ebola bekerja di pusat kesehatan di Beni, Kongo bagian Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, GOMA -- Data Pemerintah menunjukkan korban meninggal dari wabah ebola selama setahun dari Republik Demokratik Kongo (DRC) telah naik di atas 2.000, Jumat (30/8).

Tim pemerintah menyatakan jumlah kasus yang dikonfirmasi, kemungkinan mencapai tonggak sejarah lebih dari 3.000. Terlepas dari pengembangan vaksin dan perawatan yang efektif, petugas kesehatan telah berjuang untuk mengendalikan penyebaran penyakit di daerah-daerah terpencil dan yang dilanda konflik di Kongo timur. Banyak penduduk setempat merasa takut terhadap upaya penanggulangan.

Baca Juga

"Agar perawatan berhasil, orang perlu mempercayai mereka dan staf medis yang memberikannya. Ini akan membutuhkan waktu, sumber daya dan banyak kerja keras," kata Federasi Palang Merah Internasional dalam sebuah pernyataan.

Wabah ini merupakan ebola ke-10 Kongo. Tetapi ini menjadi yang pertama di provinsi berbukit dengan hutan lebat di Kivu Utara dan Ituri, tempat kekerasan yang dipimpin milisi dan pembunuhan etnis telah merusak keamanan di daerah-daerah tertentu.

Data pemerintah menunjukkan kematian ebola mencapai 2.006 dan kasusnya hingga 3.004. Sebelumnya pada Agustus, pihak berwenang datang dengan perjuangan mereka untuk mengendalikan penyebaran penyakit.

Petugas kesehatan mengonfirmasi kasus pertama di provinsi Kivu Selatan pada 16 Agustus. Setelah itu, seorang wanita tertular virus di wilayah terpencil yang dikuasai milisi di Kivu Utara, ratusan kilometer jauhnya dari kasus-kasus lain yang diketahui.

"Kami berjuang bersama dengan semua mitra di lapangan untuk menjangkau orang, untuk menghubungi kontak, untuk mengidentifikasi kasus sedini mungkin," kata juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Christian Lindmeier.

Pekan lalu, WHO menyuarakan keprihatinan tentang meluasnya jangkauan geografis penyakit in. Kemudian membenarkan virus itu belum menjangkau di kota utama Goma, setelah empat kasus tercatat di sana pada Juli dan awal Agustus.

"Dua ribu kematian berarti ada masalah. Kita perlu mencapai titik di mana kita menolak ebola mengatakan tidak, dan memberantasnya secara definitif," kata  seorang warga Goma, Timothee Buliga.

Uganda menyatakan pada Jumat seorang gadis muda yang dites positif untuk Ebola setelah melintasi perbatasan, akan dikirim kembali ke Kongo untuk perawatan. Kasus keempat dari Kongo.

Wabah ebola pada 2013-2016 di Afrika Barat memang jauh lebih mematikan daripada wabah saat ini. Lebih dari 11.300 orang meninggal saat itu dari 28 ribu korban yang terinfeksi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement