BANDUNG, AYOBANDUNG.COM—Gubernur Jawa Barat periode 2008-2013 dan 2013-2018 Ahmad Heryawan menilai Kawasan Kertajati di Kabupaten Majalengka cocok dijadikan kawasan baru pengganti pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang saat ini ada di Kota Bandung.
"Saya memilih antara, dibandingkan Tegalluar itu berarti melebarkan Kota Bandung, ya mendingan membentuk kawasan baru di Kertajati ya. (Kalau disuruh memilih) ya memilih Kertajati," kata Aher ketika dimintai tanggapan tentang rencana pemindahan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat dari Kota Bandung ke daerah lainnya, di Bandung, Jumat (30/8/2019).
Aher mengatakan, saat dirinya menjabat sebagai Gubernur Jabar dan dilakukan pembahasan rencana pemindahan ibu kota provinsi, dirinya lebih cenderung memilik kawasan Walini yang berada di Km 105 dan 106 Tol Purbaleunyi.
AYO BACA : Pemkab Segera Tentukan Ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya Selatan
"Waktu itu kalau saya dulu cenderung ke Walini di Km 105 dan 106, tapi sekarang itu kan menjadi bagian pengembangan Kereta Cepat Bandung-Jakarta. Kawasan itu ada di tengah-tengah antara Bandung-Jakarta dan di situ pendekatan pariwisata sehingga kunjungan domestik dan luar negeri akan dahsyat," kata dia.
Sementara itu, untuk Kawasan Tegalluar, kata Aher, wilayah tersebut dipastikan akan menjadi bagian pengembangan Bandung Raya.
Menurut dia, rencana pemindahan Ibu Kota Provinsi Jabar dari Kota Bandung ke daerah juga sempat dibahas pada masa kepemimpinannya.
AYO BACA : DPRD: Perlu Perencanaan Komprehensif Pindahkan Ibu Kota Jabar
"Sempat dibahas waktu itu, saya pemikiran begitu. Bandung sudah padat maka harus ada sebuah ikhtiar yang tidak mengurangi kehebatan Kota Bandung tapi justru menambahkan dengan melahirkan kawasan baru," kata Aher.
Menurut dia, saat dirinya menjabat sebagai Gubernur Jabar telah mengumpulkan sejumlah pihak terkait untuk merancang sebuah kota atau kawasan baru di kawasan Walini, yang saat ini menjadi wilayah persinggahan atau Transit Oriented Development Walini.
Dikatakan, saat itu usulan pemindahan ibu kota provinsi Jabar di tingkat provinsi sudah sangat matang tetapi mentok dengan berbagai peraturan dan kepentingan yang ada di pihak pusat dan swasta.
"Ketika kita merancang kepentingan itu sudah bagus tapi tempatnya milik PTPN, PTPN perlu izin dari kementerian. Pembangunannya melibatkan berbagai pihak, termasuk APBN, komunikasi di situ tidak lancar, khususnya dengan PTPN waktu itu enggak ketemu dengan PTPN. Beda kepentingan dan kita enggak punya lahan, jadi sulit," kata dia.
AYO BACA : Walkot Cirebon Nilai Pemindahan Pusat Pemerintahan Justru Perkuat Jabar